Sabtu, 26 Januari 2013

INI KEBUMEN !! ... part 2

Gunung Paras dilihat dari Jembatan Penunggalan

Gunung Paras, salah satu gunung di utara Kebumen, yang merupakan bagian dari pegunungan Serayu ini, adalah 'momok' yang paaaaling indah. Setiap pagi, ketika matahari terbit, dan sore, saat matahari terbenam, aku selalu menyempatkan diri untuk menatap gunung ini dipinggir kali Lukulo. Ketika ku rentangkan kedua tanganku, dan kuhirup udaranya secara perlahan, rasa damai langsung memasuki relung hati ( cieeee !! :p ).


Gunung Paras dengan Plataran di Musim Kemarau

Cantik kan ? Yaa beginilahh suasana dikampung tercinta. :) Makanya dalam waktu dekat ini Insya Allah aku mau pulang kesana. Mau nengokkin udah kayak apa Gunung Paras sekarang. Dan rencananya juga lebaran tahun ini, aku dan teman-temanku berencana untuk mendaki gunung itu. Penasaran banget seperti apa sihh 'didalamnya'.

Selain keindahan alamnya, Kebumen juga punya sederet obyek wisata lokal yang gak kalah kerennya. Sebut aja yang paling terkenal : Goa Jatijajar & Pantai Petanahan. Untuk info yang satu ini, kalian bisa dehh cek di website resmi Pemerintah Kabupaten Kebumen www.kebumenkab.go.id.

Nyambung lagi .... :) 

Jumat, 25 Januari 2013

Novel Karya-Qu ... Really Love You Part 1



PROLOG


            Sekarang ganti Carish yang ingin berpetualang. Ketika ada kesempatan untuk melaksanakan Prakek Kerja Nyata – salah satu kegiatan wajib setiap program perkuliahan Strata 1 (S1) – di Jakarta, gadis itu segera mendaftarkan diri agar mendapatkan kesempatan itu.
            “ Kamu yakin mau magang di Jakarta ? Ndak kejauhan, Rish ? “ sang Ibu berkata dengan nada cemas.
            “ Ya ndaklah, Bu. Carish kan sudah besar. Lagipula Mba Lintang kan juga pernah magang disana. Dan syukur dia baik-baik saja sampai sekarang ini sudah bareng-bareng lagi disini. “ ucap Carish mencoba meyakinkan kedua orangtua dan kakaknya, Lintang.
            “ Ya tapi aku sama kamu kan beda, Rish. Kehidupan disana keras lho. Itu aku alami dua tahun yang lalu. Apalagi sekarang. Nah apa kamu yakin bisa ngatasin semua masalah tanpa ada aku atau Ibu dideket kamu ? “
            Carish menghela napas sesaat ketika mendengar ucapan Lintang barusan, “ aku ini minta magang di Jakarta kan karna aku pingin belajar hidup mandiri. Umurku sudah dua puluh satu tahun lho. Empat bulan lagi genep dua puluh dua. Kalo ndak dari sekarang kapan aku bisa belajar ngatasin semua masalahku sendiri ? “
            Yo tapi apa mesti ke Jakarta, Rish ? Ibu ini khawatir sama kamu. “
            “ Sudahlah, bu, “ akhirnya Ayah angkat bicara, “ biarkan Carish melakukan apa yang ingin dia lakukan. Selama itu masih bersifat positif, ndak ada salahnya kita dukung. “
“ Bener tuh kata ayah. “ Carish membela diri, “ lagian magang disana itu pasti ilmunya lebih banyak. Perusahaan periklanan disana kan bagus-bagus banget. “
            “ Tapi kamu mesti bisa jaga diri, jangan mengecewakan kami. Belajar sing bener. Jangan macem-macem. Jaga nama baik keluarga. “ kata Ayah.
            “ Ya sudahlah kalau memang maunya begitu. “ Ibu menarik napas, “ yang penting kamu inget pesen ayahmu tadi. Jangan mentang-mentang ndak ada yang ngawasin, kamu bisa seenaknya. “
            “ Tenang aja, bu. Aku janji aku ndak bakalan berbuat apapun yang bikin ibu sama ayah sedih dan kecewa, “ Carish menatap sang kakak, “ mba gimana ? Setuju kan aku magang di Jakarta ? “
            “ Dua lawan satu ! Ya sudah aku ngalah. Dan satu lagi pesen dariku. Kamu harus hati-hati dalam bergaul. Orang-orang disana itu lebih banyak jahatnya dari pada baiknya. Jangan mau diajak pergi sama orang yang baru dikenal. “
            Carish mengangguk sambil tersenyum lebar, “ siap bos ! “
            “ Terus kapan kamu berangkat ? “ tanya Lintang.
            “ Mungkin minggu depan. Soalnya aku tinggal nunggu persetujuan dari Direktur Utama perusahaan tempat aku magang nanti. HRDnya sih sudah setuju. Cuma Dirutnya aja tuh lagi tugas ke luar kota. Jadi ndak bisa langsung masuk. “ jawab Carish.

YYY

            “ Keretamu jam berapa, Rish ? “
            Carish menoleh kaget. Sang kakak sedang berdiri dipintu kamarnya entah sejak kapan. Seketika kegiatan packingnya terhenti.
            “ Jam tujuh, mba. “ katanya singkat.
            Lintang melenggang masuk lalu duduk diatas tempat tidur. Melihat masih banyak baju adiknya yang belum dibereskan, dibantunya Carish melipat lalu memasukkan baju-baju itu kedalam koper.
            “ Kenapa ndak berangkat pagi aja sih ? Kan enak sampe sana sore. Adem gitu. “ ucap Lintang.
            “ Males, mba. Berangkat pagi kereta pasti panas banget pas siangnya. Kalo malem kan lumayan adem soalnya perjalanannya masih di daerah. “
            “ Lagian kamu mau dibeliin karcis kereta yang eksekutif sama ayah, yang ada ACnya itu ndak mau. Malah minta yang bisnis. Salahmu lah kalo dijalan kepanasan. “
            Carish nyengir kuda, “ kalo kata iklan ditivi, hemat. “
            Lintang tersenyum geli, “ halah ! Gayamu hemat ! “
            Carish ikut tersenyum geli.
            “ Pokoknya kamu hati-hati ya ? Kabarin mba kalo udah sampe sana. Kalo ada apa-apa juga telpon mba atau ayah. “ ucap Lintang seraya mengusap lembut puncak kepala Carish.
            Sang adik menatapnya sesaat. Lalu berhambur memeluknya, “ mba ini ngomongnya kayak aku mau disana selamanya aja. Aku cuma enam bulan lho disana. Jadi pasti nanti balik lagi kesini. Kumpul bareng lagi. “
            Lintang melepaskan pelukan Carish, “ kamu ini kan adik mba satu-satunya. Wajar kan kalo mba kayak begini ? “
            “ Iya deh. “ Carish mengangguk , “ oh iya mba nanti ikut nganter aku ke stasiun kan ? “
            “ Iyalah, “ Lintang melirik jam dinding dikamar itu, “ sudah jam lima. Kamu mendingan siap-siap. Mba juga mau siap-siap soalnya ayah sama ibu sudah rapih dari jam empat tadi. “
            Carish mengangguk sambil tertawa pelan. Dibantu Lintang, gadis itu mengeluarkan koper besarnya dari dalam kamar untuk dia letakkan diruang tengah. Setelah itu dia bergegas kembali ke kamarnya untuk bersiap diri.
            Sembilan puluh menit kemudian Carish, Lintang, dan kedua orangtua mereka tiba di stasiun Tugu, Yogyakarta. Kereta yang akan ditumpangi Carish sebentar lagi akan masuk dijalurnya.
            “ Hati-hati ya, ndok. Telpon ayah kalau sudah sampai disana. “ ucap ayah.
            Carish mengangguk sambil meraih tangan kanan ayahnya lalu diciumnya dengan penuh kepatuhan.
            “ Jaga dirimu baik-baik. Sering-sering telpon kerumah ya ? “ lanjut Ibu.
            “ Iya, bu. “ sahut Carish seraya mencium tangan Ibu. Lalu ditatapnya Lintang.
            Kakak semata wayangnya itu merentangkan kedua tangan. Carish menghampirinya kemudian dipeluknya Lintang erat-erat.
            “ Jaga diri. Jangan lupa makan. Jangan lupa sholat. Kalo ada masalah langsung telpon mba ya ? “
            Carish mengangguk dalam pelukan Lintang.
            Ketika kereta mulai memasuki stasiun, Carish kembali memeluk satu persatu anggota keluarganya. Tanpa bisa dicegah airmatanya mengalir. Berpisah untuk sementara waktu. Tapi itu cukup membuatnya sedih. Demi sebuah cita-cita, Carish mencoba untuk sabar dan tegar.
            Enam bulan bukanlah waktu yang lama. Tapi bila terlalu dipikirkan juga bukan waktu yang singkat. Sambil tersenyum Carish melambaikan tangan kearah keluarganya ketika ular besi Fajar Utama bergerak perlahan meninggalkan kota pelajar itu.

YYY

            Carish tiba di Stasiun Senen tepat pukul lima pagi. Tanpa bisa dicegah dadanya berdegup kencang. Membayangkan apa yang akan terjadi enam bulan kedepan di kota yang tidak pernah tidur ini.
            Ketika keluar dari stasiun dan sudah mendapatkan taksi yang akan membawanya ke tempat kost yang sudah dibooking lewat salah satu teman baik Lintang, gadis itu makin terpana dengan keadaan kota Jakarta di pagi hari. Hiruk pikuk disana sini, padahal jam belum tepat diangka enam, membuat Carish terkagum-kagum.
            Setengah jam kemudian taksi itu berhenti didepan sebuah bangunan yang memang khusus dirancang untuk tempat kost. Berjajar rapih dengan ukuran bangunan yang sama, dikanan kiri mengapit sebuah rumah tipe 36 yang sepertinya rumah induk dari semua kamar. Bangunan berjajar itu mirip dengan komplek perumahan yang sekarang ini sedang gencar dibangun di kawasan sekitar Karawang, Cikampek, dan Bekasi.
            “ Nak Carish ya ? “ seorang Ibu tiba-tiba sudah berada dibelakang Carish yang sedang memandang sekeliling.
            Dan seketika Carish menoleh kaget, “ eh ? Iya, bu. “
            Wanita setengah baya itu mengulurkan tangan kanannya. Carish segera menjabatnya, “ nama ibu, Dewi. Ibu yang punya kostan ini. Kamu adik dari Lintang kan ? “
            Carish mengangguk sambil tersenyum.
            “ Tadi nyampe stasiun jam berapa ? “
            “ Jam lima, bu “
            “ Cepet juga ya ? “ Bu Dewi tersenyum ramah, “ kalo begitu sekarang kamu mau ibu anterin ke kamarmu atau mau main dulu ditempat ibu ? Minum teh gitu ? “
            “ Nggak usah repot-repot, bu, “ Carish menggeleng pelan, “ terima kasih banyak. Saya langsung ke kamar aja. “ dalam hati gadis itu tersenyum. Saatnya memakai bahasa ‘Jakarta’ dengan baik dan benar.
            “ Oh ya udah kalau begitu mari ibu antar ke kamarmu. “
            Carish mengangguk lagi. Lalu dia mengikuti Bu Dewi yang berjalan menuju bangunan disebelah kiri rumah induk kemudian memasuki teras salah satu kamar. Dia hanya diam sambil menatap sekeliling teras yang tertata rapih. Sementara wanita yang ada disebelahnya sibuk mengambil kunci dari dalam saku dasternya lalu memasukkannya kedalam lubang kunci pintu krem didepannya.
            “ Silahkan masuk, “ kata Bu Dewi ketika pintu sudah terbuka. Lagi-lagi Carish hanya mengangguk. “ maaf ya agak berantakan. Soalnya baru semalem ibu dikabarin anak ibu kalau kamu datang pagi ini. Jadi belum sempet diberesin. “
            “ Nggak apa-apa kok, bu. Begini juga udah cukup. “
            “ Ya udah kalau begitu ibu tinggal dulu ya ? Kalau ada yang mau ditanya, ibu ada dirumah yang ditengah itu. Selamat beristirahat. “
            “ Makasih banyak, bu. “
            Bu Dewi pun keluar kamar. Ketika pintu kamar sudah tertutup, Carish kembali menatap sekelilingnya.
            Kostan ini terbagi menjadi tiga bagian. Yang pertama teras didepan tadi, lengkap dengan satu set meja dan kursi terbuat dari kayu yang dirancang khusus untuk bersantai. Lalu masuk kedalam ada sebuah ruang tamu, lengkap pula dengan satu set meja dan kursi tamu serta sebuah buffet mini disudut ruangan. Yang terakhir baru inti ruangan atau kamar tidur dengan fasilitas yang cukup lengkap. Sebuah tempat tidur no.2, lemari pakaian, buffet yang sama mininya dengan yang diruang tamu - terpampang berhadapan dengan tempat tidur - lalu ada sebuah meja rias dan pastinya kamar mandi.
            Carish menarik napas panjang lalu menjatuhkan diri ditempat tidur. Pantes aja mahal, gumamnya dalam hati. Udah gede, bersih, fasilitasnya lengkap lagi.

YYY

            “ Iya, mba ? “ Carish menutup telinganya yang sebelah kiri saat Lintang meneleponnya dan dia sedang berada dihalte menunggu angkutan umum. Hari ini memang rencananya dia akan interview ulang untuk lebih mengenal dengan jelas calon tempat magangnya nanti.
            “ Rish, kamu lagi dimana sih ? Kok berisik banget ? “ tanya Lintang bingung.
            “ Di halte, mba. Lagi nunggu angkutan. “
            “ Kamu mau kemana ? “
            “ Ke tempat magangku itu. Tadi pagi aku ditelpon suruh dateng buat interview ulang. Soalnya bos besarnya juga udah masuk kerja lagi dan mau ketemu aku. “
            “ Oh. Terus .. “
            “ Eh, mba, “ potong Carish ketika dilihatnya seorang nenek hendak menyebrang jalan tapi maju mundur nggak jadi-jadi karena padatnya lalu lintas, “ udah dulu ya ? Nanti aku telpon balik deh. “ tanpa menunggu persetujuan dari orang ditelepon seberang, dia langsung menutup pembicaraan dan dengan cepat dimasukkannya ponsel kedalam tas.
            Kemudian dengan hati-hati diseberanginya jalan raya itu untuk menjemput sang nenek. Setelah itu dia kembali menyeberangi jalan dengan menuntun si nenek yang ternyata buta. Namanya juga nenek-nenek, jadi jalannya pun amat sangat pelan dan tertatih. Dan itu kontan membuat mobil-mobil berhenti cukup lama. Saking lamanya keadaan jalan sudah seperti terkena lampu merah. Dengan sabar Carish tetap menuntun nenek itu tanpa peduli dengan klakson mobil yang mulai terdengar ramai.
            Disalah satu mobil mewah diurutan terdepan, yang tadi sempat ngerem mendadak karena Carish terlambat melambaikan tangan untuk meminta berhenti sebentar, seorang cowok menatapnya geram.
            “ Nyebrang aja lama banget sih ?! “ gerutunya kesal.
            Sang sopir meliriknya lewat kaca spion, “ namanya juga nenek-nenek, mas. Udah tua banget lagi. Dan kayaknya buta. “
            “ Ya lagian udah tau tua begitu masih aja berkeliaran dijalan raya ! Itu cucunya juga kelewatan banget. Ngajak jalan dijalan gede begini ! “ sungut cowok berjas hitam dengan kacamata yang juga hitam itu.
            “ Ya, sabar sebentar ya mas ? “
            “ Sabar ! Saya udah telat banget nih ! “
            Bapak setengah baya yang duduk dibelakang kemudi itu hanya bisa menggeleng pelan sambil menarik napas. Dia terlalu hafal dengan sang majikan yang memang punya jiwa sosial yang kurang baik itu.
            Ketika Carish sudah sampai ditempat semula, cowok didalam mobil mewah itu menurunkan sedikit kaca mobil disebelah kirinya lalu menatap gadis itu sinis. Sementara yang diliatin terlalu sibuk berbicara dengan nenek tua yang baru saja diseberanginya.
            Sebenarnya Carish tidak tega meninggalkan nenek itu sendirian dihalte. Tapi ketika dilihatnya jam dipergelangan tangan sudah menunjukkan dia terlambat lima belas menit, dia terpaksa menyetop sebuah taksi lalu pergi setelah sebelumnya memberikan beberapa lembar uang untuk si nenek.
            Sesampainya di ‘calon kantor’, Carish segera masuk. Langkahnya berubah jadi setengah berlari untuk meminimalis keterlambatannya. Dan setelah mengkonfirmasi kedatangannya pada mba-mba penjaga stan receptionist, dia segera menuju ruangan yang ternyata memang sudah disediakan untuk pertemuannya dengan sang bos besar, untuk pertama kalinya.
            Sekali lagi dilihatnya penampilannya saat ini. Setelah yakin tidak ada masalah, dan napasnya juga mulai teratur, perlahan diketuknya pintu dihadapannya.
            Pintu terbuka. Seorang perempuan keluar lalu tersenyum ramah, “ dengan Carishta dari Universitas Bina Dharma Yogyakarta ? “
            Carish mengangguk mantap, “ iya, mba. Saya Carishta. “
            “ Silahkan masuk. “ucap perempuan itu seraya melebarkan daun pintu.
            Carish kembali tersenyum lalu mengikuti langkah si mba yang sepertinya seorang sekretaris, masuk kedalam ruangan yang menurut Carish adalah ruang meeting.
            Gadis itu sempat tertegun melihat seorang cowok berjas hitam duduk dikursi utama diruangan itu dengan mata tertuju pada laptop didepannya. Yang membuat gadis itu terkesima adalah dia tidak berpikir sama sekali kalau bos besarnya itu cakep plus masih muda pula. Dia langsung yakin kalau perbedaan umurnya dengan si bos itu tidak lebih dari lima tahun.
            “ Maaf, Pak, mahasiswi dari Yogya yang akan magang disini sudah datang. “ kata sang sekretaris.
            Cowok berkharisma itu seketika mengangkat wajahnya dan menatap Carish lurus-lurus.
            Kemudian sekretaris itu kembali menatap Carish, “ Carishta, ini Pak Raffa, Direktur Utama di perusahaan ini. Beliau ingin mengenal Anda lebih jauh secara langsung. “
            “ Baik, mba. “ sahut Carish.
            “ Saya tinggal dulu. “
            Carish hanya mengangguk.
            Ketika diruangan itu tinggal dirinya dan Pak Direktur, tanpa bisa dicegah jantungnya berdegup kencang. Apalagi cowok itu terus menatapnya tanpa berkedip.
            Sang Direktur, Raffa, berdeham sejenak. “ Jadi kamu, mahasiswi yang mau magang disini ? “
            Baru Carish akan menjawab, tapi Raffa langsung melanjutkan kalimatnya yang saat itu juga membuat kening Carish berkerut.
            “ Yang tadi pagi dengan santainya pake jalan umum buat nyebrang ? “ ditatapnya Carish dalam-dalam, “ kamu nggak tau kan gara-gara kelakuan kamu dan nenek kamu saya jadi terlambat mengikuti meeting pagi ini yang akhirnya terpaksa diundur sampai nanti sore ?! Sedangkan nanti sore saya sudah ada janji dengan client ditempat lain ! Selamat ! Hari ini kamu sukses membuat jadwal saya berantakan !!! “
            Kembali Carish akan membuka mulut untuk menjelaskan kejadian yang sebenarnya dijalan tadi pagi. Tapi sepertinya Raffa enggan bertele-tele. “ Silahkan duduk. “ ucapnya dengan nada penuh kekuasaan.
            Carish menurut. Dengan kepatuhan total dia duduk menghadap bosnya itu.
            “ Siapa nama kamu ? “ tanya Raffa.
            “ Carishta. Lengkapnya … “
            “ Oke Carish, “ sela Raffa. Carish langsung mulai ngedumel dalam hati, “ saya sudah melihat lampiran nilai-nilai kamu selama enam semester. Dan nggak perlu panjang lebar, kamu akan saya terima magang disini tapi dengan sebuah syarat. Kamu sanggup ? “
            “ Syaratnya apa, Pak ? “ Carish bertanya bingung.
            “ Karna kamu sudah mengacaukan jadwal saya hari ini, jadi saya minta hari ini juga kamu siapkan satu konsep desain untuk kemasan sebuah coklat. Lebih jelas lagi kamu bisa tanya sama leader di divisi kamu nanti. Kalau itu berhasil, silahkan kamu magang disini selama enam bulan dengan upah delapan puluh persen dari gaji tim kreatif disini. Tapi kalau nggak, dengan segala hormat kamu bisa cari tempat magang yang lain. “
            “ Tapi, Pak … “
            “ Silahkan kamu cari Tantri, sekretaris saya yang tadi. Dari sini kamu ambil kanan terus lurus aja. Kalau sudah ketemu kamu bisa tanya ruangan kamu dimana. Jelas ? “
            “ Begini, Pak … “
            “ Terima kasih. Saya masih banyak kerjaan. “ tandas Raffa seraya mengulurkan tangan kanannya ke arah pintu. Satu isyarat untuk mengusir Carish keluar dari ruangan itu.
            Carish sendiri sudah tidak bisa menahan tatapan matanya untuk tidak sinis. Sumpah, baru kali ini dia ketemu cowok cakep tapi sikap dan sifatnya jelek parah banget gitu. Tanpa bisa dicegah pula hatinya sudah meneriakkan cacian bertubi-tubi untuk bosnya itu.
            Sok cakep ! Sok galak ! Sok berkuasa ! Gila ! Stress !

YYY

Novel Karya-Qu ... CINTA HURU HARA Part 1



 SATU

            Deru suara motor yang digas berlebihan menggema dikawasan yang memang terkenal dengan tempat nongkrongnya geng motor yang sering melakukan atraksi balap liar. Davine sudah bersiap diatas si ‘Red Devil’, sebuah motor sport kebanggaan sekaligus kesayangannya. Diliriknya Gerand, rivalnya sejak setahun yang lalu. Dengan tipe motor yang hampir sama, Gerand juga sudah siap mengalahkan Davine malam ini. setelah saling tatap sinis, mereka berdua pun segera menghadap ke depan. Nindia, si cantik dari geng motor Davine, sudah berdiri ditengah-tengah dengan sebuah slayer ditangan. Tidak lama kemudian diangkatnya slayer itu tinggi-tinggi, tanda pertandingan akan segera dimulai. Dan ketika dia turunkan slayer itu dengan hentakan, sontak Davine dan Gerand menarik pedal gas kuat-kuat.
            Suara riuh kontan membahana. Antara geng The Red Devils yang dimotori oleh Davine dan geng motor The Hell of Vampires, yang sudah pasti diketuai oleh Gerand. Sepuluh menit kemudian Davine muncul lebih dulu diujung jalan. Spontan kubu The Red Devils berteriak senang. Dan tepat digaris finish Davine tiba lebih dulu dibanding Gerand.
            “ Eh, lo udah berapa kali sih tanding sama gue ? “ tanya Davine sinis ketika Gerand sudah berkumpul dengan teman-temannya, “ kalah mulu tapi nggak ada kapoknya nantangin gue terus. Heran gue. “
            “ Jaga ya mulut lo ! Malem ini gue emang kalah ! Tapi gue nggak bakal tinggal diem ! Lo liat aja, suatu hari gue bakalan bikin lo kalah sekalah-kalahnya !! “ bentak Gerand tidak terima.
            Bukannya takut, anak-anak The Red Devils justru tertawa mendengar itu. Apalagi Davine. Kedua matanya sampai membentuk sudut sehingga membuat siapa pun yang melihatnya terkesima.
            “ Amiiinnnn … gue tunggu ya Ger ? “ ucap Davine dengan penuh keikhlasan, membuat semua orang disitu kembali tertawa. Kemudian dia menatap teman-temannya, “ yuk cabut. Percuma disini sampe pagi juga. Paling gue lagi yang menang. Apalagi lawannya dia. Bosen gue. “
            Dengan Nindia diatas boncengannya, sambil tetap tersenyum sinis, Davine and the genk pergi meinggalkan Gerand cs.
            “ Sialan tuh orang !! Cari mati dia !!! Kejar mereka dan gue mau satu jam lagi ada yang laporan ke gue kalo salah satu dari mereka ‘lewat’ !! Atau minimal bikin salah satu motornya ringsek !! NOW !!! “ perintah Gerand dengan kemarahan yang meledak-ledak.
            Seketika seluruh anak buahnya menghampiri motor masing-masing. Seperti berikade, delapan motor dengan masing-masing terdapat dua orang diatasnya, mereka segera menyusuri jalan menyusul rombongan Davine.
            “ Dan lo Ji, “ Gerand menatap Panji, kaki tangannya, “ bawa Cindy. Panas gue kalo mesti boncengin dia sekarang. Ikut gue ke markas. “
            “ Kok sama Panji sih, Ger ? Gue kan cewek lo. “ protes Cindy.
            “ Suasana hati gue lagi panas nih, Cin. Lo mau jadi pelampiasannya ?! “ ucap Gerand.
            “ Udeh ikutin aje apa mau die. Lagi kalap nih anak. Udeh lo ame gue sini. “ kata Panji.
            Walaupun cemberut berat akhirnya Cindy menuruti permintaan Gerand. Tapi cowok itu tetap tidak peduli. Baginya saat ini adalah bisa menghilangkan salah satu anak buah rivalnya. Karena dengan berkurangnya jumlah anak buah Davine, maka berkurang pula kekuatan cowok itu.
♫♫♫

            Sekali lagi Shilla melirik jam dipergelangan tangannya. Sudah hampir jam sebelas malam tapi angkot yang dia tunggu belum muncul juga. Ini resiko malam minggu. Kafe tempatnya bekerja baru tutup jam sepuluh tadi karena saking ramenya pengunjung malam ini. Imbasnya ya seperti ini. Dia terpaksa pulang sudah larut malam. Padahal besok pagi dia harus mengajar seni origami disalah satu lembaga masyarakat.
            Sedang serius-seriusnya menanti angkot datang, tiba-tiba terdengar gemuruh suara motor ditikungan tidak jauh dari tempatnya berdiri. Tanpa bisa dicegahdia merasa panik dan bingung harus berbuat apa.
            Sementara itu Davine yang berada dibarisan paling depan seketika menajamkan kedua matanya saat dilihatnya seorang cewek tengah berdiri dibahu jalan sendirian. Tatapannya pun beralih ke kaca spion. Dilihatnya salah satu anak buah Gerand mulai bertindak anarkis dengan cara memakai trotoar sebagai salah satu media untuk mempercepat jangkauan terhadapnya. Tanpa pikir panjang lagi dia segera mengeluarkan jurus pamungkasnya untuk menghampiri cewek itu, yaitu dengan menambah kecepatan. Dalam hitungan detik dia menarik pedal rem kuat-kuat hingga menimbulkan suara berdecit.
            Tepat dihadapan Shilla. Dan gadis itu hanya bisa menjerit tertahan ketika Davine sudah berada dihadapannya dan menarik satu tangannya.
            “ Eh ! Apa-apaan nih ?! “ bentak Shilla galak seraya berusaha menarik tangannya.
            “ Cepet ikut gue ! “ perintah Davine. Sesekali dia menoleh ke belakang melihat sudah seberapa jauh anak buah Gerand tadi mencoba mengejarnya.
            “ Sembarangan ! Siapa lo ?! Lepasin gue !! “
            Davine berdecak kesal, “ lo nggak liat dibelakang ada apaan ?! Lo mau mati konyol disini ?! Tuh yang diatas trotoar ngincer lo !! “
            Shilla menoleh kejalan. Wajahnya langsung berubah pucat.
            “ Masih mikir juga ! “ omel Davine tidak sabar, “ udah buruan naik ! Lo mau selamet nggak sih ?! “
            Seperti baru tersadar Shilla langsung mengangguk dan segera duduk dibelakang Davine. Dan cowok itu pun langsung melarikan motornya dengan kecepatan tinggi.
            Hampir saja terjangkau. Dengan kesal anak buah Gerand kembali berusaha mengejar Davine. Sedangkan Davine segera meyalakan kedua lampu signnya, satu tanda yang hanya diketahui gengnya, yang berarti dia minta untuk dikerubungi. Cara yang cukup efektif untuk mengecoh lawan karena hanya dirinya yang dituju sementara dibelakangnya ada seorang gadis yang mau tidak mau harus dia selamatkan dari masalah pribadinya.
            Seketika semua teman-temannya membentuk lingkaran disekelilingnya. Tanpa kentara ketika tiba diperempatan jalan Davine segera membelokkan motornya, memisahkan diri untuk melindungi Shilla.
            “ Woy ! Pegangan dong lo ! Nggak takut jatoh apa ?! “ perintah Davine.
            Tanpa menjawab, karena sudah terlanjur panik, Shilla segera merentangkan kedua tangannya. Memeluk pinggang Davine sekuat-kuatnya.
            “ Coba liat belakang. Masih ada yang ngejar nggak ? “ tanya Davine tanpa menoleh.
            Dengan rasa takut tapi juga penasaran, perlahan Shilla mengangkat kepalanya lalu melihat kebelakang. Sesaat dia menarik napas lega ketika dilihatnya jalanan lengang. Hanya ada beberapa mobil pribadi dibelakang sana.
            “ Aman. Udah sepi kok. “
            Sama seperti Shilla, seketika Davine menarik napas lega. Dikuranginya kecepatan dan segera mengambil jalur sebelah kiri.
            “ Rumah lo dimana ? “
            “ Ng … “ Shilla nampak berpikir. Kasih tau nggak ya ? Apa gue turun disini aja ? Oh iya ! Ini orang pasti preman. Kalo dia nganter sampe rumah bisa berabe yang ada ! “ nggak usah deh. gue turun ditikungan depan aja. “
            “ Serius ? “ tanya Davine tidak yakin.
            “ Iya. “ Shilla mengangguk mantap.
            Tapi ketika melewati tikungan yang ditunjuk Shilla, Davine tidak berhenti. Dia tetap jalan sampai akhirnya dia menghentikan laju motornya tepat didepan sebuah kantor polisi. Tanpa disuruh Shilla langsung turun dari motor.
            “ Jauh banget sih ? Kan tadi gue bilang ditikungan. “ protes Shilla.
            “ Lo nyadar nggak sih ini jam berapa ? Nunggu angkot ditikungan gitu yang ada preman semua yang lewat ! Kalo disini kan, kalo ada apa-apa lo tinggal lari kedalem. Masa iya preman mau ngejar lo sampe kandang polisi gini ? “ jelas Davine.
            Shilla menunduk. Membenarkan ucapan Davine barusan.
            “ Yakin jam segini masih ada angkot ? “ tanya Davine lagi.
            “ Mudah-mudahan. “ sahut Shilla tidak yakin.
            Davine tertawa geli, “ pasti lo nyangkanya gue preman. Orang jahat. Terus gue mau macem-macem sama lo, makanya lo nggak mau ngasih tau rumah lo. Lucu ya lo ? Padahal jelas-jelas disitu kantor polisi. Cuma preman bego yang nganter mangsa lewat depan musuh gini. Oh iya satu lagi, preman nggak ada yang pake motor kayak punya gue ini. tapi whatever lah, lo hati-hati aja. Teriak yang kenceng kalo lo diapa-apain. Gue cabut dulu, sorry atas kejadian tadi. Yang diincer mereka itu gue, tapi lo yang bakal jadi sasaran. Makanya gue bawa lo kesini. “
            Shilla langsung terpaku ditempatnya. Dan dia hanya bisa diam sambil menyesali diri sendiri karena sudah menolak ajakan Davine tadi, saat akhirnya cowok itu pergi meninggalkannya tanpa menoleh lagi.

♫♫♫

            “ Emang tuh cewek siapa sih bos ? Sampe segitunya lo nolongin dia. “ tanya Romi heran keesokan paginya ditempat biasa anak-anak The Red Devils nongkrong.
            “ Eh, yang namanya nolong itu jangan milih-milih. Lagian lo mesti inget prinsip kita. Brutal boleh, tapi jangan bawa-bawa cewek. Ya walaupun gue nggak tau tuh cewek siapa yang pasti kalo kemaren dia nggak kita tolongin, bisa abis dia ditabrak sama anak buahnya si Gerand. Lo nggak liat kemaren ngetrack ditrotoar gitu ? “ Davine berhenti sejenak. Buat dia ngomong sama sahabatnya yang satu ini emang harus lebih dari satu steatment. Biar si Romi ini nggak salah paham seperti yang udah-udah, “ makanya semalem gue juga nyuruh lo nganter Nindia kan ? Soalnya gue udah curiga tuh pas kita balik, gue liat dikaca spion Gerand marah-marah gitu sama anak buahnya. Eh bener kan ? Dia nyuruh kurcaci-kurcacinya itu buat ngabisin salah satu dari kalian. “
            Romi mengangguk-angguk. Mulai mengerti apa yang dikatakan Davine barusan. Dan dia juga sudah memahami karakter orang yang baru setengah tahun dikenalnya ini.
            Davine.
            Mahasiswa semester akhir sebuah universitas terkemuka di Jakarta, anak dari seorang bangsawan sekaligus rektor universitas lain, Bapak Raden Mas Sugeng Prianggodo Rahardjodiningrat atau yang lebih dikenal dengan Pak Rahardjo. Darah biru jelas mengalir dalam darahnya. Tapi sikap dan perilakunya sama sekali bukan mencerminkan seorang anak bangsawan. Walaupun dianugerahi paras yang begitu sempurna, serta fisik yang sangat ideal sebagai seorang ‘cowok banget’, Davine tidaklah memanfaatkan itu semua sebagai media untuk menjadi seorang bangsawan yang sempurna.
            Gaya hidupnya justru sering membuat ayahnya sakit kepala. Raja jalanan, brutal, suka pulang pagi malah kadang nggak pulang, suka taruhan demi sebuah predikat racing star meskipun ilegal, dan pastinya suka berantem. Ketua sekaligus pendiri geng motor The Red Devils, sebuah nama yang juga diberikan kepada motor sport berwarna merah kebanggaannya. Meskipun begitu menyebalkan bagi masyarakat, tapi dia tetap tidak pernah dan tidak akan pernah melibatkan seorang cewek bila sudah terjadi huru hara. Kalau sekedar nongkrong sih nggak masalah. Nindia contohnya.
            Geng motornya sering jadi salah sasaran operasi narkoba dan tindak anarkis dari kepolisian. Karena sebenarnya yang melakukan itu semua adalah The Hell of Vampire, geng motor asuhan rivalnya, Gerand. Yap ! Meski suka berantem, tapi Davine tidak bersikap anarkis terhadap orang banyak. Lain dengan Gerand cs yang sering menjadikan orang lain sebagai sasaran.
            Menjadi anak semata wayang orang kaya membuat Davine dapat memiliki segalanya. Hal itu pula yang membuat Pak Rahardjo nyaris kewalahan karena Davine dianggapnya terlalu boros dalam soal keuangan. Dibalik itu semua Davine hanyalah seorang cowok yang merindukan kasih sayang serta perhatian yang sudah tidak didapatkan lagi setelah sang ibu meninggal dunia. Sedangkan ayahnya dianggap terlalu sibuk. Padahal Pak Rahardjo punya cara sendiri dalam memberikan kasih sayang kepada anaknya itu.
            Makanya hanya dengan gengnyalah Davine bisa meluapkan semua yang terpendam dalam hatinya. Meskipun satu ruang hidupnya belum ada yang mampu menembusnya. Dengan segala kesempurnaan yang dimilikinya sangatlah mudah baginya mendapatkan seorang pacar. Tapi bukan wanita yang melihat kesempurnaannya itulah yang dia cari.
            Cinta.

♫♫♫

            Shilla menjatuhkan tubuhnya diatas tempat tidur dikamar kostnya. Setelah tidur hanya kurang dari empat jam ditambah paginya dia harus ke lembaga, akhirnya sekarang dia bisa kembali membaringkan tubuhnya. Dipejamkannya kedua mata. Tiba-tiba dia teringat kejadian tadi malam.
            Tuh cowok siapa ya ? Sayang gue nggak ngeliat mukanya. Abis helmnya nggak dicopot sih, gumamnya dalam hati. Seketika dia menggeleng kuat. Heran bisa sampai segitunya dia memikirkan cowok yang menolongnya tadi malam. Ketauan banget bandelnya. Tapi kok masih mau nolongin orang ya ? Shilla kembali menggeleng.
            Daripada terus memikirkan cowok itu Shilla pun akhirnya memilih untuk melakukan salah satu hobinya. Memasak. Dibukanya lemari es.
            “ Yah stok gue pada kemana nih ? Males banget kalo mesti keluar panas-panas gini. “ serunya ketika melihat isi lemari esnya ‘sepi’. Hanya tersisa beberapa buah mangga dan nanas, “ bikin es aja deh. “ putusnya kemudian.

♫♫♫