PROLOG
Sekarang ganti Carish yang ingin
berpetualang. Ketika ada kesempatan untuk melaksanakan Prakek Kerja Nyata –
salah satu kegiatan wajib setiap program perkuliahan Strata 1 (S1) – di
Jakarta, gadis itu segera mendaftarkan diri agar mendapatkan kesempatan itu.
“ Kamu yakin mau magang di Jakarta ?
Ndak kejauhan, Rish ? “ sang Ibu berkata dengan nada cemas.
“ Ya ndaklah, Bu. Carish kan sudah
besar. Lagipula Mba Lintang kan juga pernah magang disana. Dan syukur dia
baik-baik saja sampai sekarang ini sudah bareng-bareng lagi disini. “ ucap
Carish mencoba meyakinkan kedua orangtua dan kakaknya, Lintang.
“ Ya tapi aku sama kamu kan beda,
Rish. Kehidupan disana keras lho. Itu aku alami dua tahun yang lalu. Apalagi
sekarang. Nah apa kamu yakin bisa ngatasin semua masalah tanpa ada aku atau Ibu
dideket kamu ? “
Carish menghela napas sesaat ketika
mendengar ucapan Lintang barusan, “ aku ini minta magang di Jakarta kan karna
aku pingin belajar hidup mandiri. Umurku sudah dua puluh satu tahun lho. Empat
bulan lagi genep dua puluh dua. Kalo ndak dari sekarang kapan aku bisa belajar
ngatasin semua masalahku sendiri ? “
“ Yo tapi apa mesti ke Jakarta, Rish ? Ibu ini khawatir sama kamu. “
“ Sudahlah, bu, “ akhirnya Ayah
angkat bicara, “ biarkan Carish melakukan apa yang ingin dia lakukan. Selama
itu masih bersifat positif, ndak ada salahnya kita dukung. “
“ Bener tuh kata ayah. “ Carish membela diri, “ lagian
magang disana itu pasti ilmunya lebih banyak. Perusahaan periklanan disana kan
bagus-bagus banget. “
“ Tapi kamu mesti bisa jaga diri,
jangan mengecewakan kami. Belajar sing
bener. Jangan macem-macem. Jaga nama baik keluarga. “ kata Ayah.
“ Ya sudahlah kalau memang maunya
begitu. “ Ibu menarik napas, “ yang penting kamu inget pesen ayahmu tadi.
Jangan mentang-mentang ndak ada yang ngawasin, kamu bisa seenaknya. “
“ Tenang aja, bu. Aku janji aku ndak
bakalan berbuat apapun yang bikin ibu sama ayah sedih dan kecewa, “ Carish
menatap sang kakak, “ mba gimana ? Setuju kan aku magang di Jakarta ? “
“ Dua lawan satu ! Ya sudah aku
ngalah. Dan satu lagi pesen dariku. Kamu harus hati-hati dalam bergaul.
Orang-orang disana itu lebih banyak jahatnya dari pada baiknya. Jangan mau
diajak pergi sama orang yang baru dikenal. “
Carish mengangguk sambil tersenyum
lebar, “ siap bos ! “
“ Terus kapan kamu berangkat ? “
tanya Lintang.
“ Mungkin minggu depan. Soalnya aku
tinggal nunggu persetujuan dari Direktur Utama perusahaan tempat aku magang
nanti. HRDnya sih sudah setuju. Cuma Dirutnya aja tuh lagi tugas ke luar kota.
Jadi ndak bisa langsung masuk. “ jawab Carish.
YYY
“ Keretamu jam berapa, Rish ? “
Carish menoleh kaget. Sang kakak
sedang berdiri dipintu kamarnya entah sejak kapan. Seketika kegiatan packingnya terhenti.
“ Jam tujuh, mba. “ katanya singkat.
Lintang melenggang masuk lalu duduk
diatas tempat tidur. Melihat masih banyak baju adiknya yang belum dibereskan,
dibantunya Carish melipat lalu memasukkan baju-baju itu kedalam koper.
“ Kenapa ndak berangkat pagi aja sih
? Kan enak sampe sana sore. Adem gitu. “ ucap Lintang.
“ Males, mba. Berangkat pagi kereta
pasti panas banget pas siangnya. Kalo malem kan lumayan adem soalnya perjalanannya
masih di daerah. “
“ Lagian kamu mau dibeliin karcis
kereta yang eksekutif sama ayah, yang ada ACnya itu ndak mau. Malah minta yang
bisnis. Salahmu lah kalo dijalan kepanasan. “
Carish nyengir kuda, “ kalo kata
iklan ditivi, hemat. “
Lintang tersenyum geli, “ halah !
Gayamu hemat ! “
Carish ikut tersenyum geli.
“ Pokoknya kamu hati-hati ya ?
Kabarin mba kalo udah sampe sana. Kalo ada apa-apa juga telpon mba atau ayah. “
ucap Lintang seraya mengusap lembut puncak kepala Carish.
Sang adik menatapnya sesaat. Lalu
berhambur memeluknya, “ mba ini ngomongnya kayak aku mau disana selamanya aja.
Aku cuma enam bulan lho disana. Jadi pasti nanti balik lagi kesini. Kumpul
bareng lagi. “
Lintang melepaskan pelukan Carish, “
kamu ini kan adik mba satu-satunya. Wajar kan kalo mba kayak begini ? “
“ Iya deh. “ Carish mengangguk , “
oh iya mba nanti ikut nganter aku ke stasiun kan ? “
“ Iyalah, “ Lintang melirik jam
dinding dikamar itu, “ sudah jam lima. Kamu mendingan siap-siap. Mba juga mau
siap-siap soalnya ayah sama ibu sudah rapih dari jam empat tadi. “
Carish mengangguk sambil tertawa
pelan. Dibantu Lintang, gadis itu mengeluarkan koper besarnya dari dalam kamar
untuk dia letakkan diruang tengah. Setelah itu dia bergegas kembali ke kamarnya
untuk bersiap diri.
Sembilan puluh menit kemudian
Carish, Lintang, dan kedua orangtua mereka tiba di stasiun Tugu, Yogyakarta.
Kereta yang akan ditumpangi Carish sebentar lagi akan masuk dijalurnya.
“ Hati-hati ya, ndok. Telpon ayah kalau sudah sampai disana. “ ucap ayah.
Carish mengangguk sambil meraih
tangan kanan ayahnya lalu diciumnya dengan penuh kepatuhan.
“ Jaga dirimu baik-baik.
Sering-sering telpon kerumah ya ? “ lanjut Ibu.
“ Iya, bu. “ sahut Carish seraya
mencium tangan Ibu. Lalu ditatapnya Lintang.
Kakak semata wayangnya itu
merentangkan kedua tangan. Carish menghampirinya kemudian dipeluknya Lintang
erat-erat.
“ Jaga diri. Jangan lupa makan.
Jangan lupa sholat. Kalo ada masalah langsung telpon mba ya ? “
Carish mengangguk dalam pelukan
Lintang.
Ketika kereta mulai memasuki
stasiun, Carish kembali memeluk satu persatu anggota keluarganya. Tanpa bisa
dicegah airmatanya mengalir. Berpisah untuk sementara waktu. Tapi itu cukup
membuatnya sedih. Demi sebuah cita-cita, Carish mencoba untuk sabar dan tegar.
Enam bulan bukanlah waktu yang lama.
Tapi bila terlalu dipikirkan juga bukan waktu yang singkat. Sambil tersenyum
Carish melambaikan tangan kearah keluarganya ketika ular besi Fajar Utama
bergerak perlahan meninggalkan kota pelajar itu.
YYY
Carish tiba di Stasiun Senen tepat
pukul lima pagi. Tanpa bisa dicegah dadanya berdegup kencang. Membayangkan apa
yang akan terjadi enam bulan kedepan di kota yang tidak pernah tidur ini.
Ketika keluar dari stasiun dan sudah
mendapatkan taksi yang akan membawanya ke tempat kost yang sudah dibooking lewat salah satu teman baik
Lintang, gadis itu makin terpana dengan keadaan kota Jakarta di pagi hari.
Hiruk pikuk disana sini, padahal jam belum tepat diangka enam, membuat Carish
terkagum-kagum.
Setengah jam kemudian taksi itu
berhenti didepan sebuah bangunan yang memang khusus dirancang untuk tempat
kost. Berjajar rapih dengan ukuran bangunan yang sama, dikanan kiri mengapit
sebuah rumah tipe 36 yang sepertinya rumah induk dari semua kamar. Bangunan
berjajar itu mirip dengan komplek perumahan yang sekarang ini sedang gencar
dibangun di kawasan sekitar Karawang, Cikampek, dan Bekasi.
“ Nak Carish ya ? “ seorang Ibu
tiba-tiba sudah berada dibelakang Carish yang sedang memandang sekeliling.
Dan seketika Carish menoleh kaget, “
eh ? Iya, bu. “
Wanita setengah baya itu mengulurkan
tangan kanannya. Carish segera menjabatnya, “ nama ibu, Dewi. Ibu yang punya
kostan ini. Kamu adik dari Lintang kan ? “
Carish mengangguk sambil tersenyum.
“ Tadi nyampe stasiun jam berapa ? “
“ Jam lima, bu “
“ Cepet juga ya ? “ Bu Dewi
tersenyum ramah, “ kalo begitu sekarang kamu mau ibu anterin ke kamarmu atau
mau main dulu ditempat ibu ? Minum teh gitu ? “
“ Nggak usah repot-repot, bu, “
Carish menggeleng pelan, “ terima kasih banyak. Saya langsung ke kamar aja. “
dalam hati gadis itu tersenyum. Saatnya memakai bahasa ‘Jakarta’ dengan baik dan
benar.
“ Oh ya udah kalau begitu mari ibu
antar ke kamarmu. “
Carish mengangguk lagi. Lalu dia
mengikuti Bu Dewi yang berjalan menuju bangunan disebelah kiri rumah induk
kemudian memasuki teras salah satu kamar. Dia hanya diam sambil menatap
sekeliling teras yang tertata rapih. Sementara wanita yang ada disebelahnya
sibuk mengambil kunci dari dalam saku dasternya lalu memasukkannya kedalam
lubang kunci pintu krem didepannya.
“ Silahkan masuk, “ kata Bu Dewi
ketika pintu sudah terbuka. Lagi-lagi Carish hanya mengangguk. “ maaf ya agak
berantakan. Soalnya baru semalem ibu dikabarin anak ibu kalau kamu datang pagi
ini. Jadi belum sempet diberesin. “
“ Nggak apa-apa kok, bu. Begini juga
udah cukup. “
“ Ya udah kalau begitu ibu tinggal
dulu ya ? Kalau ada yang mau ditanya, ibu ada dirumah yang ditengah itu.
Selamat beristirahat. “
“ Makasih banyak, bu. “
Bu Dewi pun keluar kamar. Ketika
pintu kamar sudah tertutup, Carish kembali menatap sekelilingnya.
Kostan ini terbagi menjadi tiga
bagian. Yang pertama teras didepan tadi, lengkap dengan satu set meja dan kursi
terbuat dari kayu yang dirancang khusus untuk bersantai. Lalu masuk kedalam ada
sebuah ruang tamu, lengkap pula dengan satu set meja dan kursi tamu serta
sebuah buffet mini disudut ruangan. Yang terakhir baru inti ruangan atau kamar
tidur dengan fasilitas yang cukup lengkap. Sebuah tempat tidur no.2, lemari
pakaian, buffet yang sama mininya dengan yang diruang tamu - terpampang
berhadapan dengan tempat tidur - lalu ada sebuah meja rias dan pastinya kamar
mandi.
Carish menarik napas panjang lalu
menjatuhkan diri ditempat tidur. Pantes aja mahal, gumamnya dalam hati. Udah
gede, bersih, fasilitasnya lengkap lagi.
YYY
“ Iya, mba ? “ Carish menutup
telinganya yang sebelah kiri saat Lintang meneleponnya dan dia sedang berada
dihalte menunggu angkutan umum. Hari ini memang rencananya dia akan interview
ulang untuk lebih mengenal dengan jelas calon tempat magangnya nanti.
“ Rish, kamu lagi dimana sih ? Kok
berisik banget ? “ tanya Lintang bingung.
“ Di halte, mba. Lagi nunggu
angkutan. “
“ Kamu mau kemana ? “
“ Ke tempat magangku itu. Tadi pagi
aku ditelpon suruh dateng buat interview ulang. Soalnya bos besarnya juga udah
masuk kerja lagi dan mau ketemu aku. “
“ Oh. Terus .. “
“ Eh, mba, “ potong Carish ketika
dilihatnya seorang nenek hendak menyebrang jalan tapi maju mundur nggak
jadi-jadi karena padatnya lalu lintas, “ udah dulu ya ? Nanti aku telpon balik
deh. “ tanpa menunggu persetujuan dari orang ditelepon seberang, dia langsung
menutup pembicaraan dan dengan cepat dimasukkannya ponsel kedalam tas.
Kemudian dengan hati-hati
diseberanginya jalan raya itu untuk menjemput sang nenek. Setelah itu dia
kembali menyeberangi jalan dengan menuntun si nenek yang ternyata buta. Namanya
juga nenek-nenek, jadi jalannya pun amat sangat pelan dan tertatih. Dan itu
kontan membuat mobil-mobil berhenti cukup lama. Saking lamanya keadaan jalan
sudah seperti terkena lampu merah. Dengan sabar Carish tetap menuntun nenek itu
tanpa peduli dengan klakson mobil yang mulai terdengar ramai.
Disalah satu mobil mewah diurutan
terdepan, yang tadi sempat ngerem mendadak karena Carish terlambat melambaikan
tangan untuk meminta berhenti sebentar, seorang cowok menatapnya geram.
“ Nyebrang aja lama banget sih ?! “
gerutunya kesal.
Sang sopir meliriknya lewat kaca
spion, “ namanya juga nenek-nenek, mas. Udah tua banget lagi. Dan kayaknya
buta. “
“ Ya lagian udah tau tua begitu
masih aja berkeliaran dijalan raya ! Itu cucunya juga kelewatan banget. Ngajak
jalan dijalan gede begini ! “ sungut cowok berjas hitam dengan kacamata yang
juga hitam itu.
“ Ya, sabar sebentar ya mas ? “
“ Sabar ! Saya udah telat banget nih
! “
Bapak setengah baya yang duduk
dibelakang kemudi itu hanya bisa menggeleng pelan sambil menarik napas. Dia terlalu
hafal dengan sang majikan yang memang punya jiwa sosial yang kurang baik itu.
Ketika Carish sudah sampai ditempat
semula, cowok didalam mobil mewah itu menurunkan sedikit kaca mobil disebelah
kirinya lalu menatap gadis itu sinis. Sementara yang diliatin terlalu sibuk
berbicara dengan nenek tua yang baru saja diseberanginya.
Sebenarnya Carish tidak tega
meninggalkan nenek itu sendirian dihalte. Tapi ketika dilihatnya jam
dipergelangan tangan sudah menunjukkan dia terlambat lima belas menit, dia terpaksa
menyetop sebuah taksi lalu pergi setelah sebelumnya memberikan beberapa lembar
uang untuk si nenek.
Sesampainya di ‘calon kantor’,
Carish segera masuk. Langkahnya berubah jadi setengah berlari untuk meminimalis
keterlambatannya. Dan setelah mengkonfirmasi kedatangannya pada mba-mba penjaga
stan receptionist, dia segera menuju ruangan yang ternyata memang sudah
disediakan untuk pertemuannya dengan sang bos besar, untuk pertama kalinya.
Sekali lagi dilihatnya penampilannya
saat ini. Setelah yakin tidak ada masalah, dan napasnya juga mulai teratur,
perlahan diketuknya pintu dihadapannya.
Pintu terbuka. Seorang perempuan keluar
lalu tersenyum ramah, “ dengan Carishta dari Universitas Bina Dharma Yogyakarta
? “
Carish mengangguk mantap, “ iya,
mba. Saya Carishta. “
“ Silahkan masuk. “ucap perempuan
itu seraya melebarkan daun pintu.
Carish kembali tersenyum lalu
mengikuti langkah si mba yang sepertinya seorang sekretaris, masuk kedalam
ruangan yang menurut Carish adalah ruang meeting.
Gadis itu sempat tertegun melihat
seorang cowok berjas hitam duduk dikursi utama diruangan itu dengan mata
tertuju pada laptop didepannya. Yang membuat gadis itu terkesima adalah dia
tidak berpikir sama sekali kalau bos besarnya itu cakep plus masih muda pula.
Dia langsung yakin kalau perbedaan umurnya dengan si bos itu tidak lebih dari
lima tahun.
“ Maaf, Pak, mahasiswi dari Yogya
yang akan magang disini sudah datang. “ kata sang sekretaris.
Cowok berkharisma itu seketika
mengangkat wajahnya dan menatap Carish lurus-lurus.
Kemudian sekretaris itu kembali
menatap Carish, “ Carishta, ini Pak Raffa, Direktur Utama di perusahaan ini.
Beliau ingin mengenal Anda lebih jauh secara langsung. “
“ Baik, mba. “ sahut Carish.
“ Saya tinggal dulu. “
Carish hanya mengangguk.
Ketika diruangan itu tinggal dirinya
dan Pak Direktur, tanpa bisa dicegah jantungnya berdegup kencang. Apalagi cowok
itu terus menatapnya tanpa berkedip.
Sang Direktur, Raffa, berdeham
sejenak. “ Jadi kamu, mahasiswi yang mau magang disini ? “
Baru Carish akan menjawab, tapi
Raffa langsung melanjutkan kalimatnya yang saat itu juga membuat kening Carish
berkerut.
“ Yang tadi pagi dengan santainya
pake jalan umum buat nyebrang ? “ ditatapnya Carish dalam-dalam, “ kamu nggak
tau kan gara-gara kelakuan kamu dan nenek kamu saya jadi terlambat mengikuti
meeting pagi ini yang akhirnya terpaksa diundur sampai nanti sore ?! Sedangkan
nanti sore saya sudah ada janji dengan client ditempat lain ! Selamat ! Hari
ini kamu sukses membuat jadwal saya berantakan !!! “
Kembali Carish akan membuka mulut
untuk menjelaskan kejadian yang sebenarnya dijalan tadi pagi. Tapi sepertinya
Raffa enggan bertele-tele. “ Silahkan duduk. “ ucapnya dengan nada penuh
kekuasaan.
Carish menurut. Dengan kepatuhan
total dia duduk menghadap bosnya itu.
“ Siapa nama kamu ? “ tanya Raffa.
“ Carishta. Lengkapnya … “
“ Oke Carish, “ sela Raffa. Carish
langsung mulai ngedumel dalam hati, “ saya sudah melihat lampiran nilai-nilai
kamu selama enam semester. Dan nggak perlu panjang lebar, kamu akan saya terima
magang disini tapi dengan sebuah syarat. Kamu sanggup ? “
“ Syaratnya apa, Pak ? “ Carish
bertanya bingung.
“ Karna kamu sudah mengacaukan
jadwal saya hari ini, jadi saya minta hari ini juga kamu siapkan satu konsep
desain untuk kemasan sebuah coklat. Lebih jelas lagi kamu bisa tanya sama
leader di divisi kamu nanti. Kalau itu berhasil, silahkan kamu magang disini
selama enam bulan dengan upah delapan puluh persen dari gaji tim kreatif
disini. Tapi kalau nggak, dengan segala hormat kamu bisa cari tempat magang
yang lain. “
“ Tapi, Pak … “
“ Silahkan kamu cari Tantri,
sekretaris saya yang tadi. Dari sini kamu ambil kanan terus lurus aja. Kalau
sudah ketemu kamu bisa tanya ruangan kamu dimana. Jelas ? “
“ Begini, Pak … “
“ Terima kasih. Saya masih banyak
kerjaan. “ tandas Raffa seraya mengulurkan tangan kanannya ke arah pintu. Satu
isyarat untuk mengusir Carish keluar dari ruangan itu.
Carish sendiri sudah tidak bisa
menahan tatapan matanya untuk tidak sinis. Sumpah, baru kali ini dia ketemu
cowok cakep tapi sikap dan sifatnya jelek parah banget gitu. Tanpa bisa dicegah
pula hatinya sudah meneriakkan cacian bertubi-tubi untuk bosnya itu.
Sok cakep ! Sok galak ! Sok berkuasa
! Gila ! Stress !
YYY