SATU
Deru suara
motor yang digas berlebihan menggema dikawasan yang memang terkenal dengan
tempat nongkrongnya geng motor yang sering melakukan atraksi balap liar. Davine
sudah bersiap diatas si ‘Red Devil’, sebuah motor sport kebanggaan sekaligus
kesayangannya. Diliriknya Gerand, rivalnya sejak setahun yang lalu. Dengan tipe
motor yang hampir sama, Gerand juga sudah siap mengalahkan Davine malam ini.
setelah saling tatap sinis, mereka berdua pun segera menghadap ke depan.
Nindia, si cantik dari geng motor Davine, sudah berdiri ditengah-tengah dengan
sebuah slayer ditangan. Tidak lama kemudian diangkatnya slayer itu tinggi-tinggi,
tanda pertandingan akan segera dimulai. Dan ketika dia turunkan slayer itu
dengan hentakan, sontak Davine dan Gerand menarik pedal gas kuat-kuat.
Suara riuh
kontan membahana. Antara geng The Red Devils yang dimotori oleh Davine dan geng
motor The Hell of Vampires, yang sudah pasti diketuai oleh Gerand. Sepuluh
menit kemudian Davine muncul lebih dulu diujung jalan. Spontan kubu The Red
Devils berteriak senang. Dan tepat digaris finish Davine tiba lebih dulu
dibanding Gerand.
“ Eh, lo udah
berapa kali sih tanding sama gue ? “ tanya Davine sinis ketika Gerand sudah
berkumpul dengan teman-temannya, “ kalah mulu tapi nggak ada kapoknya nantangin
gue terus. Heran gue. “
“ Jaga ya mulut
lo ! Malem ini gue emang kalah ! Tapi gue nggak bakal tinggal diem ! Lo liat
aja, suatu hari gue bakalan bikin lo kalah sekalah-kalahnya !! “ bentak Gerand
tidak terima.
Bukannya takut,
anak-anak The Red Devils justru tertawa mendengar itu. Apalagi Davine. Kedua
matanya sampai membentuk sudut sehingga membuat siapa pun yang melihatnya
terkesima.
“ Amiiinnnn …
gue tunggu ya Ger ? “ ucap Davine dengan penuh keikhlasan, membuat semua orang
disitu kembali tertawa. Kemudian dia menatap teman-temannya, “ yuk cabut.
Percuma disini sampe pagi juga. Paling gue lagi yang menang. Apalagi lawannya
dia. Bosen gue. “
Dengan Nindia
diatas boncengannya, sambil tetap tersenyum sinis, Davine and the genk pergi
meinggalkan Gerand cs.
“ Sialan tuh
orang !! Cari mati dia !!! Kejar mereka dan gue mau satu jam lagi ada yang laporan
ke gue kalo salah satu dari mereka ‘lewat’ !! Atau minimal bikin salah satu
motornya ringsek !! NOW !!! “ perintah Gerand dengan kemarahan yang
meledak-ledak.
Seketika
seluruh anak buahnya menghampiri motor masing-masing. Seperti berikade, delapan
motor dengan masing-masing terdapat dua orang diatasnya, mereka segera
menyusuri jalan menyusul rombongan Davine.
“ Dan lo Ji, “
Gerand menatap Panji, kaki tangannya, “ bawa Cindy. Panas gue kalo mesti
boncengin dia sekarang. Ikut gue ke markas. “
“ Kok sama
Panji sih, Ger ? Gue kan cewek lo. “ protes Cindy.
“ Suasana hati
gue lagi panas nih, Cin. Lo mau jadi pelampiasannya ?! “ ucap Gerand.
“ Udeh ikutin
aje apa mau die. Lagi kalap nih anak. Udeh lo ame gue sini. “ kata Panji.
Walaupun
cemberut berat akhirnya Cindy menuruti permintaan Gerand. Tapi cowok itu tetap
tidak peduli. Baginya saat ini adalah bisa menghilangkan salah satu anak buah
rivalnya. Karena dengan berkurangnya jumlah anak buah Davine, maka berkurang
pula kekuatan cowok itu.
♫♫♫
Sekali lagi
Shilla melirik jam dipergelangan tangannya. Sudah hampir jam sebelas malam tapi
angkot yang dia tunggu belum muncul juga. Ini resiko malam minggu. Kafe
tempatnya bekerja baru tutup jam sepuluh tadi karena saking ramenya pengunjung
malam ini. Imbasnya ya seperti ini. Dia terpaksa pulang sudah larut malam.
Padahal besok pagi dia harus mengajar seni origami disalah satu lembaga
masyarakat.
Sedang
serius-seriusnya menanti angkot datang, tiba-tiba terdengar gemuruh suara motor
ditikungan tidak jauh dari tempatnya berdiri. Tanpa bisa dicegahdia merasa
panik dan bingung harus berbuat apa.
Sementara itu
Davine yang berada dibarisan paling depan seketika menajamkan kedua matanya
saat dilihatnya seorang cewek tengah berdiri dibahu jalan sendirian. Tatapannya
pun beralih ke kaca spion. Dilihatnya salah satu anak buah Gerand mulai
bertindak anarkis dengan cara memakai trotoar sebagai salah satu media untuk
mempercepat jangkauan terhadapnya. Tanpa pikir panjang lagi dia segera
mengeluarkan jurus pamungkasnya untuk menghampiri cewek itu, yaitu dengan
menambah kecepatan. Dalam hitungan detik dia menarik pedal rem kuat-kuat hingga
menimbulkan suara berdecit.
Tepat dihadapan
Shilla. Dan gadis itu hanya bisa menjerit tertahan ketika Davine sudah berada
dihadapannya dan menarik satu tangannya.
“ Eh !
Apa-apaan nih ?! “ bentak Shilla galak seraya berusaha menarik tangannya.
“ Cepet ikut
gue ! “ perintah Davine. Sesekali dia menoleh ke belakang melihat sudah
seberapa jauh anak buah Gerand tadi mencoba mengejarnya.
“ Sembarangan !
Siapa lo ?! Lepasin gue !! “
Davine berdecak
kesal, “ lo nggak liat dibelakang ada apaan ?! Lo mau mati konyol disini ?! Tuh
yang diatas trotoar ngincer lo !! “
Shilla menoleh
kejalan. Wajahnya langsung berubah pucat.
“ Masih mikir
juga ! “ omel Davine tidak sabar, “ udah buruan naik ! Lo mau selamet nggak sih
?! “
Seperti baru
tersadar Shilla langsung mengangguk dan segera duduk dibelakang Davine. Dan
cowok itu pun langsung melarikan motornya dengan kecepatan tinggi.
Hampir saja
terjangkau. Dengan kesal anak buah Gerand kembali berusaha mengejar Davine.
Sedangkan Davine segera meyalakan kedua lampu signnya, satu tanda yang hanya
diketahui gengnya, yang berarti dia minta untuk dikerubungi. Cara yang cukup
efektif untuk mengecoh lawan karena hanya dirinya yang dituju sementara
dibelakangnya ada seorang gadis yang mau tidak mau harus dia selamatkan dari
masalah pribadinya.
Seketika semua
teman-temannya membentuk lingkaran disekelilingnya. Tanpa kentara ketika tiba
diperempatan jalan Davine segera membelokkan motornya, memisahkan diri untuk
melindungi Shilla.
“ Woy ! Pegangan
dong lo ! Nggak takut jatoh apa ?! “ perintah Davine.
Tanpa menjawab,
karena sudah terlanjur panik, Shilla segera merentangkan kedua tangannya.
Memeluk pinggang Davine sekuat-kuatnya.
“ Coba liat
belakang. Masih ada yang ngejar nggak ? “ tanya Davine tanpa menoleh.
Dengan rasa
takut tapi juga penasaran, perlahan Shilla mengangkat kepalanya lalu melihat
kebelakang. Sesaat dia menarik napas lega ketika dilihatnya jalanan lengang.
Hanya ada beberapa mobil pribadi dibelakang sana.
“ Aman. Udah
sepi kok. “
Sama seperti
Shilla, seketika Davine menarik napas lega. Dikuranginya kecepatan dan segera
mengambil jalur sebelah kiri.
“ Rumah lo
dimana ? “
“ Ng … “ Shilla
nampak berpikir. Kasih tau nggak ya ? Apa gue turun disini aja ? Oh iya ! Ini
orang pasti preman. Kalo dia nganter sampe rumah bisa berabe yang ada ! “ nggak
usah deh. gue turun ditikungan depan aja. “
“ Serius ? “
tanya Davine tidak yakin.
“ Iya. “ Shilla
mengangguk mantap.
Tapi ketika
melewati tikungan yang ditunjuk Shilla, Davine tidak berhenti. Dia tetap jalan
sampai akhirnya dia menghentikan laju motornya tepat didepan sebuah kantor
polisi. Tanpa disuruh Shilla langsung turun dari motor.
“ Jauh banget
sih ? Kan tadi gue bilang ditikungan. “ protes Shilla.
“ Lo nyadar
nggak sih ini jam berapa ? Nunggu angkot ditikungan gitu yang ada preman semua
yang lewat ! Kalo disini kan, kalo ada apa-apa lo tinggal lari kedalem. Masa
iya preman mau ngejar lo sampe kandang polisi gini ? “ jelas Davine.
Shilla
menunduk. Membenarkan ucapan Davine barusan.
“ Yakin jam
segini masih ada angkot ? “ tanya Davine lagi.
“
Mudah-mudahan. “ sahut Shilla tidak yakin.
Davine tertawa
geli, “ pasti lo nyangkanya gue preman. Orang jahat. Terus gue mau macem-macem
sama lo, makanya lo nggak mau ngasih tau rumah lo. Lucu ya lo ? Padahal
jelas-jelas disitu kantor polisi. Cuma preman bego yang nganter mangsa lewat depan
musuh gini. Oh iya satu lagi, preman nggak ada yang pake motor kayak punya gue
ini. tapi whatever lah, lo hati-hati aja. Teriak yang kenceng kalo lo
diapa-apain. Gue cabut dulu, sorry atas kejadian tadi. Yang diincer mereka itu
gue, tapi lo yang bakal jadi sasaran. Makanya gue bawa lo kesini. “
Shilla langsung
terpaku ditempatnya. Dan dia hanya bisa diam sambil menyesali diri sendiri
karena sudah menolak ajakan Davine tadi, saat akhirnya cowok itu pergi
meninggalkannya tanpa menoleh lagi.
♫♫♫
“ Emang tuh
cewek siapa sih bos ? Sampe segitunya lo nolongin dia. “ tanya Romi heran
keesokan paginya ditempat biasa anak-anak The Red Devils nongkrong.
“ Eh, yang
namanya nolong itu jangan milih-milih. Lagian lo mesti inget prinsip kita.
Brutal boleh, tapi jangan bawa-bawa cewek. Ya walaupun gue nggak tau tuh cewek
siapa yang pasti kalo kemaren dia nggak kita tolongin, bisa abis dia ditabrak
sama anak buahnya si Gerand. Lo nggak liat kemaren ngetrack ditrotoar gitu ? “
Davine berhenti sejenak. Buat dia ngomong sama sahabatnya yang satu ini emang
harus lebih dari satu steatment. Biar si Romi ini nggak salah paham seperti
yang udah-udah, “ makanya semalem gue juga nyuruh lo nganter Nindia kan ?
Soalnya gue udah curiga tuh pas kita balik, gue liat dikaca spion Gerand
marah-marah gitu sama anak buahnya. Eh bener kan ? Dia nyuruh
kurcaci-kurcacinya itu buat ngabisin salah satu dari kalian. “
Romi
mengangguk-angguk. Mulai mengerti apa yang dikatakan Davine barusan. Dan dia
juga sudah memahami karakter orang yang baru setengah tahun dikenalnya ini.
Davine.
Mahasiswa semester
akhir sebuah universitas terkemuka di Jakarta, anak dari seorang bangsawan
sekaligus rektor universitas lain, Bapak Raden Mas Sugeng Prianggodo
Rahardjodiningrat atau yang lebih dikenal dengan Pak Rahardjo. Darah biru jelas
mengalir dalam darahnya. Tapi sikap dan perilakunya sama sekali bukan
mencerminkan seorang anak bangsawan. Walaupun dianugerahi paras yang begitu
sempurna, serta fisik yang sangat ideal sebagai seorang ‘cowok banget’, Davine
tidaklah memanfaatkan itu semua sebagai media untuk menjadi seorang bangsawan
yang sempurna.
Gaya hidupnya
justru sering membuat ayahnya sakit kepala. Raja jalanan, brutal, suka pulang
pagi malah kadang nggak pulang, suka taruhan demi sebuah predikat racing star
meskipun ilegal, dan pastinya suka berantem. Ketua sekaligus pendiri geng motor
The Red Devils, sebuah nama yang juga diberikan kepada motor sport berwarna
merah kebanggaannya. Meskipun begitu menyebalkan bagi masyarakat, tapi dia
tetap tidak pernah dan tidak akan pernah melibatkan seorang cewek bila sudah
terjadi huru hara. Kalau sekedar nongkrong sih nggak masalah. Nindia contohnya.
Geng motornya
sering jadi salah sasaran operasi narkoba dan tindak anarkis dari kepolisian.
Karena sebenarnya yang melakukan itu semua adalah The Hell of Vampire, geng
motor asuhan rivalnya, Gerand. Yap ! Meski suka berantem, tapi Davine tidak
bersikap anarkis terhadap orang banyak. Lain dengan Gerand cs yang sering
menjadikan orang lain sebagai sasaran.
Menjadi anak
semata wayang orang kaya membuat Davine dapat memiliki segalanya. Hal itu pula
yang membuat Pak Rahardjo nyaris kewalahan karena Davine dianggapnya terlalu
boros dalam soal keuangan. Dibalik itu semua Davine hanyalah seorang cowok yang
merindukan kasih sayang serta perhatian yang sudah tidak didapatkan lagi
setelah sang ibu meninggal dunia. Sedangkan ayahnya dianggap terlalu sibuk.
Padahal Pak Rahardjo punya cara sendiri dalam memberikan kasih sayang kepada
anaknya itu.
Makanya hanya
dengan gengnyalah Davine bisa meluapkan semua yang terpendam dalam hatinya.
Meskipun satu ruang hidupnya belum ada yang mampu menembusnya. Dengan segala
kesempurnaan yang dimilikinya sangatlah mudah baginya mendapatkan seorang
pacar. Tapi bukan wanita yang melihat kesempurnaannya itulah yang dia cari.
Cinta.
♫♫♫
Shilla
menjatuhkan tubuhnya diatas tempat tidur dikamar kostnya. Setelah tidur hanya
kurang dari empat jam ditambah paginya dia harus ke lembaga, akhirnya sekarang
dia bisa kembali membaringkan tubuhnya. Dipejamkannya kedua mata. Tiba-tiba dia
teringat kejadian tadi malam.
Tuh cowok siapa
ya ? Sayang gue nggak ngeliat mukanya. Abis helmnya nggak dicopot sih, gumamnya
dalam hati. Seketika dia menggeleng kuat. Heran bisa sampai segitunya dia
memikirkan cowok yang menolongnya tadi malam. Ketauan banget bandelnya. Tapi
kok masih mau nolongin orang ya ? Shilla kembali menggeleng.
Daripada terus
memikirkan cowok itu Shilla pun akhirnya memilih untuk melakukan salah satu
hobinya. Memasak. Dibukanya lemari es.
“ Yah stok gue
pada kemana nih ? Males banget kalo mesti keluar panas-panas gini. “ serunya
ketika melihat isi lemari esnya ‘sepi’. Hanya tersisa beberapa buah mangga dan
nanas, “ bikin es aja deh. “ putusnya kemudian.
♫♫♫
Tidak ada komentar:
Posting Komentar