Jumat, 25 Januari 2013

Novel Karya-Qu ... CINTA HURU HARA Part 1



 SATU

            Deru suara motor yang digas berlebihan menggema dikawasan yang memang terkenal dengan tempat nongkrongnya geng motor yang sering melakukan atraksi balap liar. Davine sudah bersiap diatas si ‘Red Devil’, sebuah motor sport kebanggaan sekaligus kesayangannya. Diliriknya Gerand, rivalnya sejak setahun yang lalu. Dengan tipe motor yang hampir sama, Gerand juga sudah siap mengalahkan Davine malam ini. setelah saling tatap sinis, mereka berdua pun segera menghadap ke depan. Nindia, si cantik dari geng motor Davine, sudah berdiri ditengah-tengah dengan sebuah slayer ditangan. Tidak lama kemudian diangkatnya slayer itu tinggi-tinggi, tanda pertandingan akan segera dimulai. Dan ketika dia turunkan slayer itu dengan hentakan, sontak Davine dan Gerand menarik pedal gas kuat-kuat.
            Suara riuh kontan membahana. Antara geng The Red Devils yang dimotori oleh Davine dan geng motor The Hell of Vampires, yang sudah pasti diketuai oleh Gerand. Sepuluh menit kemudian Davine muncul lebih dulu diujung jalan. Spontan kubu The Red Devils berteriak senang. Dan tepat digaris finish Davine tiba lebih dulu dibanding Gerand.
            “ Eh, lo udah berapa kali sih tanding sama gue ? “ tanya Davine sinis ketika Gerand sudah berkumpul dengan teman-temannya, “ kalah mulu tapi nggak ada kapoknya nantangin gue terus. Heran gue. “
            “ Jaga ya mulut lo ! Malem ini gue emang kalah ! Tapi gue nggak bakal tinggal diem ! Lo liat aja, suatu hari gue bakalan bikin lo kalah sekalah-kalahnya !! “ bentak Gerand tidak terima.
            Bukannya takut, anak-anak The Red Devils justru tertawa mendengar itu. Apalagi Davine. Kedua matanya sampai membentuk sudut sehingga membuat siapa pun yang melihatnya terkesima.
            “ Amiiinnnn … gue tunggu ya Ger ? “ ucap Davine dengan penuh keikhlasan, membuat semua orang disitu kembali tertawa. Kemudian dia menatap teman-temannya, “ yuk cabut. Percuma disini sampe pagi juga. Paling gue lagi yang menang. Apalagi lawannya dia. Bosen gue. “
            Dengan Nindia diatas boncengannya, sambil tetap tersenyum sinis, Davine and the genk pergi meinggalkan Gerand cs.
            “ Sialan tuh orang !! Cari mati dia !!! Kejar mereka dan gue mau satu jam lagi ada yang laporan ke gue kalo salah satu dari mereka ‘lewat’ !! Atau minimal bikin salah satu motornya ringsek !! NOW !!! “ perintah Gerand dengan kemarahan yang meledak-ledak.
            Seketika seluruh anak buahnya menghampiri motor masing-masing. Seperti berikade, delapan motor dengan masing-masing terdapat dua orang diatasnya, mereka segera menyusuri jalan menyusul rombongan Davine.
            “ Dan lo Ji, “ Gerand menatap Panji, kaki tangannya, “ bawa Cindy. Panas gue kalo mesti boncengin dia sekarang. Ikut gue ke markas. “
            “ Kok sama Panji sih, Ger ? Gue kan cewek lo. “ protes Cindy.
            “ Suasana hati gue lagi panas nih, Cin. Lo mau jadi pelampiasannya ?! “ ucap Gerand.
            “ Udeh ikutin aje apa mau die. Lagi kalap nih anak. Udeh lo ame gue sini. “ kata Panji.
            Walaupun cemberut berat akhirnya Cindy menuruti permintaan Gerand. Tapi cowok itu tetap tidak peduli. Baginya saat ini adalah bisa menghilangkan salah satu anak buah rivalnya. Karena dengan berkurangnya jumlah anak buah Davine, maka berkurang pula kekuatan cowok itu.
♫♫♫

            Sekali lagi Shilla melirik jam dipergelangan tangannya. Sudah hampir jam sebelas malam tapi angkot yang dia tunggu belum muncul juga. Ini resiko malam minggu. Kafe tempatnya bekerja baru tutup jam sepuluh tadi karena saking ramenya pengunjung malam ini. Imbasnya ya seperti ini. Dia terpaksa pulang sudah larut malam. Padahal besok pagi dia harus mengajar seni origami disalah satu lembaga masyarakat.
            Sedang serius-seriusnya menanti angkot datang, tiba-tiba terdengar gemuruh suara motor ditikungan tidak jauh dari tempatnya berdiri. Tanpa bisa dicegahdia merasa panik dan bingung harus berbuat apa.
            Sementara itu Davine yang berada dibarisan paling depan seketika menajamkan kedua matanya saat dilihatnya seorang cewek tengah berdiri dibahu jalan sendirian. Tatapannya pun beralih ke kaca spion. Dilihatnya salah satu anak buah Gerand mulai bertindak anarkis dengan cara memakai trotoar sebagai salah satu media untuk mempercepat jangkauan terhadapnya. Tanpa pikir panjang lagi dia segera mengeluarkan jurus pamungkasnya untuk menghampiri cewek itu, yaitu dengan menambah kecepatan. Dalam hitungan detik dia menarik pedal rem kuat-kuat hingga menimbulkan suara berdecit.
            Tepat dihadapan Shilla. Dan gadis itu hanya bisa menjerit tertahan ketika Davine sudah berada dihadapannya dan menarik satu tangannya.
            “ Eh ! Apa-apaan nih ?! “ bentak Shilla galak seraya berusaha menarik tangannya.
            “ Cepet ikut gue ! “ perintah Davine. Sesekali dia menoleh ke belakang melihat sudah seberapa jauh anak buah Gerand tadi mencoba mengejarnya.
            “ Sembarangan ! Siapa lo ?! Lepasin gue !! “
            Davine berdecak kesal, “ lo nggak liat dibelakang ada apaan ?! Lo mau mati konyol disini ?! Tuh yang diatas trotoar ngincer lo !! “
            Shilla menoleh kejalan. Wajahnya langsung berubah pucat.
            “ Masih mikir juga ! “ omel Davine tidak sabar, “ udah buruan naik ! Lo mau selamet nggak sih ?! “
            Seperti baru tersadar Shilla langsung mengangguk dan segera duduk dibelakang Davine. Dan cowok itu pun langsung melarikan motornya dengan kecepatan tinggi.
            Hampir saja terjangkau. Dengan kesal anak buah Gerand kembali berusaha mengejar Davine. Sedangkan Davine segera meyalakan kedua lampu signnya, satu tanda yang hanya diketahui gengnya, yang berarti dia minta untuk dikerubungi. Cara yang cukup efektif untuk mengecoh lawan karena hanya dirinya yang dituju sementara dibelakangnya ada seorang gadis yang mau tidak mau harus dia selamatkan dari masalah pribadinya.
            Seketika semua teman-temannya membentuk lingkaran disekelilingnya. Tanpa kentara ketika tiba diperempatan jalan Davine segera membelokkan motornya, memisahkan diri untuk melindungi Shilla.
            “ Woy ! Pegangan dong lo ! Nggak takut jatoh apa ?! “ perintah Davine.
            Tanpa menjawab, karena sudah terlanjur panik, Shilla segera merentangkan kedua tangannya. Memeluk pinggang Davine sekuat-kuatnya.
            “ Coba liat belakang. Masih ada yang ngejar nggak ? “ tanya Davine tanpa menoleh.
            Dengan rasa takut tapi juga penasaran, perlahan Shilla mengangkat kepalanya lalu melihat kebelakang. Sesaat dia menarik napas lega ketika dilihatnya jalanan lengang. Hanya ada beberapa mobil pribadi dibelakang sana.
            “ Aman. Udah sepi kok. “
            Sama seperti Shilla, seketika Davine menarik napas lega. Dikuranginya kecepatan dan segera mengambil jalur sebelah kiri.
            “ Rumah lo dimana ? “
            “ Ng … “ Shilla nampak berpikir. Kasih tau nggak ya ? Apa gue turun disini aja ? Oh iya ! Ini orang pasti preman. Kalo dia nganter sampe rumah bisa berabe yang ada ! “ nggak usah deh. gue turun ditikungan depan aja. “
            “ Serius ? “ tanya Davine tidak yakin.
            “ Iya. “ Shilla mengangguk mantap.
            Tapi ketika melewati tikungan yang ditunjuk Shilla, Davine tidak berhenti. Dia tetap jalan sampai akhirnya dia menghentikan laju motornya tepat didepan sebuah kantor polisi. Tanpa disuruh Shilla langsung turun dari motor.
            “ Jauh banget sih ? Kan tadi gue bilang ditikungan. “ protes Shilla.
            “ Lo nyadar nggak sih ini jam berapa ? Nunggu angkot ditikungan gitu yang ada preman semua yang lewat ! Kalo disini kan, kalo ada apa-apa lo tinggal lari kedalem. Masa iya preman mau ngejar lo sampe kandang polisi gini ? “ jelas Davine.
            Shilla menunduk. Membenarkan ucapan Davine barusan.
            “ Yakin jam segini masih ada angkot ? “ tanya Davine lagi.
            “ Mudah-mudahan. “ sahut Shilla tidak yakin.
            Davine tertawa geli, “ pasti lo nyangkanya gue preman. Orang jahat. Terus gue mau macem-macem sama lo, makanya lo nggak mau ngasih tau rumah lo. Lucu ya lo ? Padahal jelas-jelas disitu kantor polisi. Cuma preman bego yang nganter mangsa lewat depan musuh gini. Oh iya satu lagi, preman nggak ada yang pake motor kayak punya gue ini. tapi whatever lah, lo hati-hati aja. Teriak yang kenceng kalo lo diapa-apain. Gue cabut dulu, sorry atas kejadian tadi. Yang diincer mereka itu gue, tapi lo yang bakal jadi sasaran. Makanya gue bawa lo kesini. “
            Shilla langsung terpaku ditempatnya. Dan dia hanya bisa diam sambil menyesali diri sendiri karena sudah menolak ajakan Davine tadi, saat akhirnya cowok itu pergi meninggalkannya tanpa menoleh lagi.

♫♫♫

            “ Emang tuh cewek siapa sih bos ? Sampe segitunya lo nolongin dia. “ tanya Romi heran keesokan paginya ditempat biasa anak-anak The Red Devils nongkrong.
            “ Eh, yang namanya nolong itu jangan milih-milih. Lagian lo mesti inget prinsip kita. Brutal boleh, tapi jangan bawa-bawa cewek. Ya walaupun gue nggak tau tuh cewek siapa yang pasti kalo kemaren dia nggak kita tolongin, bisa abis dia ditabrak sama anak buahnya si Gerand. Lo nggak liat kemaren ngetrack ditrotoar gitu ? “ Davine berhenti sejenak. Buat dia ngomong sama sahabatnya yang satu ini emang harus lebih dari satu steatment. Biar si Romi ini nggak salah paham seperti yang udah-udah, “ makanya semalem gue juga nyuruh lo nganter Nindia kan ? Soalnya gue udah curiga tuh pas kita balik, gue liat dikaca spion Gerand marah-marah gitu sama anak buahnya. Eh bener kan ? Dia nyuruh kurcaci-kurcacinya itu buat ngabisin salah satu dari kalian. “
            Romi mengangguk-angguk. Mulai mengerti apa yang dikatakan Davine barusan. Dan dia juga sudah memahami karakter orang yang baru setengah tahun dikenalnya ini.
            Davine.
            Mahasiswa semester akhir sebuah universitas terkemuka di Jakarta, anak dari seorang bangsawan sekaligus rektor universitas lain, Bapak Raden Mas Sugeng Prianggodo Rahardjodiningrat atau yang lebih dikenal dengan Pak Rahardjo. Darah biru jelas mengalir dalam darahnya. Tapi sikap dan perilakunya sama sekali bukan mencerminkan seorang anak bangsawan. Walaupun dianugerahi paras yang begitu sempurna, serta fisik yang sangat ideal sebagai seorang ‘cowok banget’, Davine tidaklah memanfaatkan itu semua sebagai media untuk menjadi seorang bangsawan yang sempurna.
            Gaya hidupnya justru sering membuat ayahnya sakit kepala. Raja jalanan, brutal, suka pulang pagi malah kadang nggak pulang, suka taruhan demi sebuah predikat racing star meskipun ilegal, dan pastinya suka berantem. Ketua sekaligus pendiri geng motor The Red Devils, sebuah nama yang juga diberikan kepada motor sport berwarna merah kebanggaannya. Meskipun begitu menyebalkan bagi masyarakat, tapi dia tetap tidak pernah dan tidak akan pernah melibatkan seorang cewek bila sudah terjadi huru hara. Kalau sekedar nongkrong sih nggak masalah. Nindia contohnya.
            Geng motornya sering jadi salah sasaran operasi narkoba dan tindak anarkis dari kepolisian. Karena sebenarnya yang melakukan itu semua adalah The Hell of Vampire, geng motor asuhan rivalnya, Gerand. Yap ! Meski suka berantem, tapi Davine tidak bersikap anarkis terhadap orang banyak. Lain dengan Gerand cs yang sering menjadikan orang lain sebagai sasaran.
            Menjadi anak semata wayang orang kaya membuat Davine dapat memiliki segalanya. Hal itu pula yang membuat Pak Rahardjo nyaris kewalahan karena Davine dianggapnya terlalu boros dalam soal keuangan. Dibalik itu semua Davine hanyalah seorang cowok yang merindukan kasih sayang serta perhatian yang sudah tidak didapatkan lagi setelah sang ibu meninggal dunia. Sedangkan ayahnya dianggap terlalu sibuk. Padahal Pak Rahardjo punya cara sendiri dalam memberikan kasih sayang kepada anaknya itu.
            Makanya hanya dengan gengnyalah Davine bisa meluapkan semua yang terpendam dalam hatinya. Meskipun satu ruang hidupnya belum ada yang mampu menembusnya. Dengan segala kesempurnaan yang dimilikinya sangatlah mudah baginya mendapatkan seorang pacar. Tapi bukan wanita yang melihat kesempurnaannya itulah yang dia cari.
            Cinta.

♫♫♫

            Shilla menjatuhkan tubuhnya diatas tempat tidur dikamar kostnya. Setelah tidur hanya kurang dari empat jam ditambah paginya dia harus ke lembaga, akhirnya sekarang dia bisa kembali membaringkan tubuhnya. Dipejamkannya kedua mata. Tiba-tiba dia teringat kejadian tadi malam.
            Tuh cowok siapa ya ? Sayang gue nggak ngeliat mukanya. Abis helmnya nggak dicopot sih, gumamnya dalam hati. Seketika dia menggeleng kuat. Heran bisa sampai segitunya dia memikirkan cowok yang menolongnya tadi malam. Ketauan banget bandelnya. Tapi kok masih mau nolongin orang ya ? Shilla kembali menggeleng.
            Daripada terus memikirkan cowok itu Shilla pun akhirnya memilih untuk melakukan salah satu hobinya. Memasak. Dibukanya lemari es.
            “ Yah stok gue pada kemana nih ? Males banget kalo mesti keluar panas-panas gini. “ serunya ketika melihat isi lemari esnya ‘sepi’. Hanya tersisa beberapa buah mangga dan nanas, “ bikin es aja deh. “ putusnya kemudian.

♫♫♫

Tidak ada komentar:

Posting Komentar