Rabu, 23 Januari 2013

KUMPULAN CERPEN by ZYTECH MATIRE



KARIKATUR FATUR

            Sejak kecil Dinda menyukai karikatur dan seni lukis. Dan saat ini dia sudah memiliki sebuah gallery karikatur pertama di Gianyar, Bali. Buatnya karikatur adalah hidupnya yang hanya tinggal sebatang kara di Pulau Dewata ini. Kedua orangtuanya tinggal dan menetap di Yogyakarta. Dinda tidak mau mengikutinya karena dia sudah merasa hidupnya memang untuk di Bali.
            Gallerynya hari ini lumayan ramai dikunjungi wisatawan mancanegara dan domestic. Dengan sabar dan tetap tersenyum, Dinda mencoba menjelaskan apa yang ditanyakan oleh wisatawan itu tentang karikaturnya.
            “ Wow !!! “ seru salah seorang pengunjung.
            Dinda menghampirinya, “ maaf, Pak ada apa ya ? “
            “ Karikatur ini berapa harganya ? “ jawab Bapak itu dengan sangat antusias.
            Dinda menatap sekilas karikatur yang ditunjuk oleh pengunjungnya itu, “ maaf, ini tidak saya jual. “
            Bapak itu kontan mengerutkan keningnya, “ yang benar saja ? karikatur ini sangat indah, bagus, dan sempurna. Ayolah, katakan saja. Berapa pun harganya akan saya bayar cash saat ini juga. “
            Dinda menggeleng pelan, “ sekali lagi maaf, Pak. Khusus karya saya yang satu ini, tidak dijual. “
            “ Sepertinya ada sesuatu dengan karikatur ini. Kenapa tidak kamu jual saja ? Ini bisa laku jutaan bahkan puluhan juta lho. “ ucap Bapak itu.
            “ Ya, memang ada sesuatu dalam karikatur ini. Maka dari itu tidak saya jual. “ sahut Dinda ramah.
            “ Baiklah, saya akan melihat yang lain saja. Tapi jujur, karya kamu yang ini sangat sempurna. Kamu memang sangat berbakat dalam bidang ini. “ puji Bapak itu tulus.
            “ Terima kasih, Pak. “ jawab Dinda dengan senyum mengembang.
            Begitulah Dinda. Karikatur memang dunianya. Dan memang untuk hasil karya dia yang satu itu, semahal apapun harga yang ditawarkan, dia tidak akan pernah mau menjualnya. Itu adalah karyanya yang terindah dan paling berkesan dalam hidupnya.
            Sudah banyak pengusaha kaya yang ingin membeli karyanya yang itu, tapi sekali lagi, Dinda sama sekali tidak mau melepasnya. Sebenarnya gambar dalam karikaturnya itu hanyalah gambar seorang anak kecil laki-laki yang sedang tertawa riang diatas sepeda. Yang membuatnya sangat menyayangi karikatur itu adalah karena anak kecil itu adalah teman kecilnya waktu di Jogja dulu. Yang sampai saat ini tidak diketahui keberadaannya. Dan karikatur itu buat Dinda adalah satu-satunya kenangan yang tertinggal dari sang sahabat.

***
           
Hari ini Dinda membuka gallerynya sedikit lebih siang dari biasanya. Entah kenapa hari ini dia begitu malas mengurus gallery. Karena takut nantinya malah akan mengecewakan pengunjung, dia menyerahkan tugasnya kepada seluruh karyawannya.
            “ Saya tinggal sebentar ya, Man ? “ ucap Dinda pada Nyoman, salah satu karyawan terbaiknya.
            “ Mba Dinda mau kemana ? Hari ini sepertinya gallery akan ramai pengunjung. Kalau Mba tidak ada, bagaimana dengan kami ? “ tanya Nyoman.
            “ Saya mau ke Kintamani sebentar. Ada yang mau saya temui disana. Saya percayakan gallery sama kamu dan saya yakin kamu sama yang lain pasti bisa menghandle semuanya. Insya Allah saya nggak lama disana. “ jawab Dinda.
            “ Baiklah kalau begitu. Hati-hati dijalan, Mba. “
            “ Ya, terima kasih. “
            Dinda pun pergi. Dengan mobil pemberian orangtuanya, dia meluncur menuju satu tempat yang menurutnya paling indah di Bali, Kintamani.
            Hanya butuh waktu kurang dari 2 jam, Dinda sudah tiba di Kintamani. Dia menepikan mobilnya didepan sebuah restoran. Lalu menuju trotar yang berada diseberang restoran, yang berhadapan langsung dengan Gunung Batur.
            Siang ini cuaca sedikit mendung. Menambah kesejukan yang sudah ada didaerah kaya akan pemandangan alam ini. Sebenarnya yang ingin Dinda temui adalah ini. Pemandangan alam di Kintamani. Dia sangat menyukai tempat ini. Tempat yang menjadi curahan hatinya selama tinggal di Bali.
            Dia kembali kesini karena dia kembali teringat seseorang. Sang kawan lama yang sekarang entah berada dimana. Namanya Fatur. Saat ini dia benar-benar ingin bertemu dengan temannya itu. Tapi dia sama sekali tidak tau dimana Fatur berada. Yang dia ingat dulu Fatur pernah bilang kalau dia sangat ingin ke tempat ini.
            Dinda menarik nafas dalam-dalam, bersiap melakukan hal bodoh yang biasa dia lakukan kalau ketempat ini. 1 … 2 … 3 …
            “ FATUUUUUURRRRRRRRRRRR … “ teriaknya kencang. Nafasnya tersengal-sengal.
            “ Emang dibawah ada orang ya ? “ tanya seseorang tiba-tiba.
            Dinda tersentak dan seketika menoleh ke belakang, “ siapa kamu ? “
            “ Oh, saya Rama, “ kata orang itu seraya mengulurkan tangan kanannya.
            Agak ragu, Dinda menyambutnya, “ Dinda … “
            “ Oh namanya Dinda toh ? Seminggu yang lalu saya liat kamu lagi kayak gini. 2 minggu yang lalu juga. Sebulan yang lalu juga sama. Emang siapa yang kamu teriakkin sih ? Orangnya ada dibawah gitu ? “ ucap Rama dengan nada polos.
            Mau tidak mau Dinda jadi tersenyum mendengarnya, “ nggak kok. Nggak mungkinlah dibawah ada orang. Kecuali di ujung sana. “
            “ Iya, saya juga tau. Desa Trunyam kan disana, tapi kamu kok teriak nyari orangnya disini ? “
            “ Saya nggak lagi nyari orang. “
            “ Terus ngapain teriak-teriak gitu ? “
            “ Lagi ngelepasin masalah aja. “
            Rama tertawa, “ kamu itu lucu juga ya ? Masalah itu dicari jalan keluarnya, bukan diteriakkin. “
            “ Udah buntu, sih. Nggak ada jalan keluarnya. “
            “ Masa sih ? “
            Dinda baru sadar akan sesuatu. Untuk pertama kalinya dia mudah berbicara dengan orang yang baru dia kenal. Malah hampir membicarakan masalah pribadinya pula.
            “ Ehm, saya harus pergi. Permisi. “ ucap Dinda seraya beranjak meninggalkan Rama.
            Tapi tiba-tiba cowok itu meraih satu tangannya, “ tunggu. “
            Dinda menatapnya sesaat lalu melihat ke tangannya. Rama tersentak dan spontan melepaskan tangan Dinda.
            “ Boleh tau nggak kamu tinggal dimana ? Barang kali saya boleh main gitu ? “ kata Rama.
            “ Dateng aja ke Gallery Difa di Gianyar. “ sahut Dinda datar lalu pergi.
            “ Oke !! Saya pasti datang !! “ teriak Rama.
            Dinda tidak peduli. Dia terus berjalan menuju tempat dimana mobilnya terparkir.
            Kenapa gue kasih tau gallery gue ya ? tanya Dinda dalam hati saat perjalanan pulang.

***
           
Rasa kangen itu menguasai hati dan diri Dinda saat ini. Walaupun gallery sudah dibuka, tapi pikirannya masih tertuju pada sosok Fatur. Dan dia makin tenggelam dalam lamunannya saat melihat karikatur kesayangannya.
            Kapan lo balik Fatur ? Gue udah nggak kuat buat bertahan nunggu kepastian hati lo … batin Dinda. Lo dimana ???
            “ Weitsss … keren banget tuh karikaturnya. “ seru seseorang tiba-tiba.
            Dinda menoleh seraya menghapus air matanya, “ kamu ? “
            “ Yupz ! Kan saya udah bilang, saya pasti kesini. “ kata orang itu yang ternyata adalah Rama.
            “ Kok kamu bisa masuk ? Kan pintunya belum dibuka. “ tanya Dinda bingung.
            “ Kata siapa ? Wah … lagi linglung ya ? Jelas-jelas tadi pagi saya liat kamu buka gallery ini. Ya jelaslah saya bisa masuk. “ jawab Rama santai.
            Dinda diam terpaku. Gara-gara kangen sama Fatur, dia sampai tidak sadar kalau dia sudah membuka gallerynya dari setengah jam yang lalu.
            “ Sumpah deh, keren banget karikaturnya. Emang itu siapa sih yang kamu gambar ? “ tanya Rama penasaran sambil berjalan mendekati karikatur yang menjadi kesayangan Dinda.
            “ Fatur … “ sahut Dina tanpa sadar.
            Rama terhenyak dan seketika menoleh, “ Fatur ? “
            Dinda tersadar akan apa yang baru saja dia ucapkan pada Rama. Selama ini kalau ada yang bertanya seputar karikaturnya yang satu itu, Dinda selalu menolak untuk memberi tau apalagi menjelaskan tentang siapa yang ada dalam karikatur itu.
            “ Hmm … bukan. Bukan siapa-siapa. “ Dinda terlihat gugup.
            Rama hanya mengangguk mengerti, “ oke … sorry kalo pertanyaan saya tadi bikin kamu sedih gitu. Tapi kalo boleh saya kasih saran, nggak bagus juga memendam sendiri masalah yang lagi dihadapi. Walaupun belum tentu orang yang diajak bicara bisa membantu memecahkan masalahnya, setidaknya sedikit membantu meringankan beban pikiran kamu. “
            Lagi-lagi Dinda terdiam. Saat ini dia memang butuh seseorang untuk berbagi kesedihannya. Tapi apa harus Rama ?
            “ Saya bisa dipercaya kok. “ Rama mencoba meyakinkan Dinda.
            “ Fatur sahabat saya dari kecil … “ kata Dinda akhirnya, “ hati kami bukan lagi terpaut sebagai sahabat, tapi lebih. “
            “ Sekarang dia dimana ? “ tanya Rama hati-hati.
            “ Dia pergi sepuluh tahun yang lalu. Tapi nggak pernah satu kali pun dia kasih kabar. Dia cuma bilang, kalau dia pergi nggak lama. Dan dia minta hati saya tetap untuk dia …” Dinda diam sesaat. Kelopak matanya tidak mampu menahan air mata yang sejak kemarin dia tahan, “ tapi sampai detik ini saya nggak tau dia dimana !! Dia pergi tanpa ngasih kabar dan kepastian !! Apa saya masih harus bertahan ??? “
            Rama berdiri mematung dengan raut wajah tegang. Dia menatap Dinda lekat-lekat, “ kamu nggak perlu lagi bertahan. Aku … disini Syafiani Dinda … “
            Dinda terkejut dengan apa yang baru saja dia dengar. Nama lengkapnya di ucapkan Rama dengan jelas, “ kamu … siapa ? “
            “ Rama … lengkapnya … “ Rama menarik nafas sesaat, “ Fatur … Ramadhan … orang yang udah ninggalin kau selama sepuluh tahun, tanpa kabar. “
            Dinda kembali terkejut, kali ini amat sangat terkejut ! “ BOHONG !!! “
            “ Din, please … “ Rama alias Fatur, mencoba menenangkan Dinda, “ aku minta maaf. Aku nggak bermaksud bikin kamu jadi kayak gini. Setelah ena bulan aku pergi, aku mencoba menghubungi kamu. Tapi nihil. Aku telpon saudara kamu di Jogja, tapi mereka bilang kamu udah pindah kesini. “
            “ Cukup !!! “ desis Dinda dengan air mata yang semakin deras mengalir, “ jangan ngomong lagi !! “
            “ Tapi kamu harus denger penjelasan aku. Aku baru nyampe disini sebulan yang lalu. Dan aku udah berusaha buat nyari kamu kesana kemari. Walaupun aku nggak yakin karna aku nggak tau gimana kamu. “ jelas Rama dengan nada sabar.
            “ Kemaren di Kintamani, kamu bilang kamu udah liat aku dari sebulan yang lalu ! Kenapa kamu nggak temuin aku ?! “
            “ Waktu itu aku nggak yakin kamu adalah Dinda. Karna aku nggak tau siapa yang kamu teriakkin ditrotoar itu. Kemaren aku baru denger dengan jelas nama yang kamu panggil. Makanya aku berani temuin kamu, sampai aku beraniin diri kesini. “
             “ Cukup !! Sekarang kamu pergi !! Aku udah nggak mau berhubungan lagi sama kamu !! “ usir Dinda.
            “ Din, please … beri aku kesempatan buat memperbaiki semuanya. “
            “ Nggak ada !! Sekarang aku bilang kamu pergi !! Pergi !! “
            “ Baik, aku pergi. Tapi ini bukan kemauan aku. Dan kamu harus tau, aku pun sakit karna harus tetap mempertahankan hati aku buat kamu … sampai detik ini. “
            Fatur pergi. Air mata Dinda semakin deras mengalir. Rasa kangen itu telah berubah menjadi rasa kecewa.

***

            Seminggu berlalu. Keadaan Dinda sekarang sudah jauh lebih baik. Dia pun sudah kembali beraktifitas seperti biasanya di gallerynya. Pengunjung hari ini pun sedang ramai. Dan seperti biasanya pula dia melayani para pengunjung dengan ramah dan sabar.
            Saat dia kembali melihat karikatur Fatur, tanpa sadar senyumnya mengembang. Sehari setelah pertemuannya dengan sang sahabat, Dinda memutuskan untuk menenangkan diri di Kintamani selama beberapa hari. Dan sekarang, walaupun ada rasa penyesalan atas sikapnya ke Fatur waktu itu, dia tetap berharap Fatur akan kembali lagi untuknya.
            “ Karikatur itu dijual berapa, Mba ? “ tanya seseorang dibelakang Dinda.
            “ Maaf, ini tidak jual. “ jawab Dinda tanpa menoleh.
            “ Yang bener, Mba ? Kalo Mba minta puluhan atau ratusan juta pun, saya siap lho. “
            “ Sekali lagi maaf, ini tidak dijual !! Berapa pun harganya !! “ ketus Dinda, masih tanpa menoleh.
            “ Hmm … kalo belinya pake hati … bisa nggak ? “ tanya orang itu lagi.
            Seketika Dinda menoleh dan dia sangat terkejut karena orang yang dari tadi memaksa ingin membeli karikatur Fatur adalah Fatur ! “ Fatur ??? “
            “ Yupz ! Ini aku. Jadi gimana ? Kalo aku belinya pake hati dan cinta bisa nggak ? “
            Dinda hanya bisa diam sambil tersenyum. Saat cowok dihadapannya merentangkan tangan, Dinda langsung berhambur memeluknya.
            “ Maafin aku ya ? Dan aku janji, nggak akan pernah ninggalin kamu lagi. “ ucap Fatur lembut.
            Dinda hanya mengangguk dalam dekapan Fatur sambil menatap karikatur Fatur dengan senyum yang semakin mengembang.

THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar