KARIKATUR
FATUR
Sejak kecil Dinda menyukai karikatur
dan seni lukis. Dan saat ini dia sudah memiliki sebuah gallery karikatur
pertama di Gianyar, Bali. Buatnya karikatur adalah hidupnya yang hanya tinggal
sebatang kara di Pulau Dewata ini. Kedua orangtuanya tinggal dan menetap di
Yogyakarta. Dinda tidak mau mengikutinya karena dia sudah merasa hidupnya
memang untuk di Bali.
Gallerynya hari ini lumayan ramai
dikunjungi wisatawan mancanegara dan domestic. Dengan sabar dan tetap
tersenyum, Dinda mencoba menjelaskan apa yang ditanyakan oleh wisatawan itu
tentang karikaturnya.
“ Wow !!! “ seru salah seorang
pengunjung.
Dinda menghampirinya, “ maaf, Pak
ada apa ya ? “
“ Karikatur ini berapa harganya ? “
jawab Bapak itu dengan sangat antusias.
Dinda menatap sekilas karikatur yang
ditunjuk oleh pengunjungnya itu, “ maaf, ini tidak saya jual. “
Bapak itu kontan mengerutkan
keningnya, “ yang benar saja ? karikatur ini sangat indah, bagus, dan sempurna.
Ayolah, katakan saja. Berapa pun harganya akan saya bayar cash saat ini juga. “
Dinda menggeleng pelan, “ sekali
lagi maaf, Pak. Khusus karya saya yang satu ini, tidak dijual. “
“ Sepertinya ada sesuatu dengan
karikatur ini. Kenapa tidak kamu jual saja ? Ini bisa laku jutaan bahkan
puluhan juta lho. “ ucap Bapak itu.
“ Ya, memang ada sesuatu dalam
karikatur ini. Maka dari itu tidak saya jual. “ sahut Dinda ramah.
“ Baiklah, saya akan melihat yang
lain saja. Tapi jujur, karya kamu yang ini sangat sempurna. Kamu memang sangat
berbakat dalam bidang ini. “ puji Bapak itu tulus.
“ Terima kasih, Pak. “ jawab Dinda
dengan senyum mengembang.
Begitulah Dinda. Karikatur memang
dunianya. Dan memang untuk hasil karya dia yang satu itu, semahal apapun harga
yang ditawarkan, dia tidak akan pernah mau menjualnya. Itu adalah karyanya yang
terindah dan paling berkesan dalam hidupnya.
Sudah banyak pengusaha kaya yang
ingin membeli karyanya yang itu, tapi sekali lagi, Dinda sama sekali tidak mau
melepasnya. Sebenarnya gambar dalam karikaturnya itu hanyalah gambar seorang
anak kecil laki-laki yang sedang tertawa riang diatas sepeda. Yang membuatnya
sangat menyayangi karikatur itu adalah karena anak kecil itu adalah teman
kecilnya waktu di Jogja dulu. Yang sampai saat ini tidak diketahui
keberadaannya. Dan karikatur itu buat Dinda adalah satu-satunya kenangan yang
tertinggal dari sang sahabat.
***
Hari ini Dinda membuka gallerynya sedikit lebih siang dari biasanya.
Entah kenapa hari ini dia begitu malas mengurus gallery. Karena takut nantinya
malah akan mengecewakan pengunjung, dia menyerahkan tugasnya kepada seluruh
karyawannya.
“ Saya tinggal sebentar ya, Man ? “
ucap Dinda pada Nyoman, salah satu karyawan terbaiknya.
“ Mba Dinda mau kemana ? Hari ini
sepertinya gallery akan ramai pengunjung. Kalau Mba tidak ada, bagaimana dengan
kami ? “ tanya Nyoman.
“ Saya mau ke Kintamani sebentar.
Ada yang mau saya temui disana. Saya percayakan gallery sama kamu dan saya
yakin kamu sama yang lain pasti bisa menghandle semuanya. Insya Allah saya
nggak lama disana. “ jawab Dinda.
“ Baiklah kalau begitu. Hati-hati
dijalan, Mba. “
“ Ya, terima kasih. “
Dinda pun pergi. Dengan mobil
pemberian orangtuanya, dia meluncur menuju satu tempat yang menurutnya paling
indah di Bali, Kintamani.
Hanya butuh waktu kurang dari 2 jam,
Dinda sudah tiba di Kintamani. Dia menepikan mobilnya didepan sebuah restoran.
Lalu menuju trotar yang berada diseberang restoran, yang berhadapan langsung
dengan Gunung Batur.
Siang ini cuaca sedikit mendung.
Menambah kesejukan yang sudah ada didaerah kaya akan pemandangan alam ini.
Sebenarnya yang ingin Dinda temui adalah ini. Pemandangan alam di Kintamani.
Dia sangat menyukai tempat ini. Tempat yang menjadi curahan hatinya selama
tinggal di Bali.
Dia kembali kesini karena dia
kembali teringat seseorang. Sang kawan lama yang sekarang entah berada dimana.
Namanya Fatur. Saat ini dia benar-benar ingin bertemu dengan temannya itu. Tapi
dia sama sekali tidak tau dimana Fatur berada. Yang dia ingat dulu Fatur pernah
bilang kalau dia sangat ingin ke tempat ini.
Dinda menarik nafas dalam-dalam,
bersiap melakukan hal bodoh yang biasa dia lakukan kalau ketempat ini. 1 … 2 …
3 …
“ FATUUUUUURRRRRRRRRRRR … “
teriaknya kencang. Nafasnya tersengal-sengal.
“ Emang dibawah ada orang ya ? “ tanya
seseorang tiba-tiba.
Dinda tersentak dan seketika menoleh
ke belakang, “ siapa kamu ? “
“ Oh, saya Rama, “ kata orang itu
seraya mengulurkan tangan kanannya.
Agak ragu, Dinda menyambutnya, “
Dinda … “
“ Oh namanya Dinda toh ? Seminggu
yang lalu saya liat kamu lagi kayak gini. 2 minggu yang lalu juga. Sebulan yang
lalu juga sama. Emang siapa yang kamu teriakkin sih ? Orangnya ada dibawah gitu
? “ ucap Rama dengan nada polos.
Mau tidak mau Dinda jadi tersenyum
mendengarnya, “ nggak kok. Nggak mungkinlah dibawah ada orang. Kecuali di ujung
sana. “
“ Iya, saya juga tau. Desa Trunyam
kan disana, tapi kamu kok teriak nyari orangnya disini ? “
“ Saya nggak lagi nyari orang. “
“ Terus ngapain teriak-teriak gitu ?
“
“ Lagi ngelepasin masalah aja. “
Rama tertawa, “ kamu itu lucu juga
ya ? Masalah itu dicari jalan keluarnya, bukan diteriakkin. “
“ Udah buntu, sih. Nggak ada jalan
keluarnya. “
“ Masa sih ? “
Dinda baru sadar akan sesuatu. Untuk
pertama kalinya dia mudah berbicara dengan orang yang baru dia kenal. Malah
hampir membicarakan masalah pribadinya pula.
“ Ehm, saya harus pergi. Permisi. “
ucap Dinda seraya beranjak meninggalkan Rama.
Tapi tiba-tiba cowok itu meraih satu
tangannya, “ tunggu. “
Dinda menatapnya sesaat lalu melihat
ke tangannya. Rama tersentak dan spontan melepaskan tangan Dinda.
“ Boleh tau nggak kamu tinggal
dimana ? Barang kali saya boleh main gitu ? “ kata Rama.
“ Dateng aja ke Gallery Difa di
Gianyar. “ sahut Dinda datar lalu pergi.
“ Oke !! Saya pasti datang !! “
teriak Rama.
Dinda tidak peduli. Dia terus
berjalan menuju tempat dimana mobilnya terparkir.
Kenapa gue kasih tau gallery gue ya
? tanya Dinda dalam hati saat perjalanan pulang.
***
Rasa kangen itu menguasai hati dan diri Dinda saat ini. Walaupun gallery
sudah dibuka, tapi pikirannya masih tertuju pada sosok Fatur. Dan dia makin
tenggelam dalam lamunannya saat melihat karikatur kesayangannya.
Kapan lo balik Fatur ? Gue udah
nggak kuat buat bertahan nunggu kepastian hati lo … batin Dinda. Lo dimana ???
“ Weitsss … keren banget tuh
karikaturnya. “ seru seseorang tiba-tiba.
Dinda menoleh seraya menghapus air
matanya, “ kamu ? “
“ Yupz ! Kan saya udah bilang, saya
pasti kesini. “ kata orang itu yang ternyata adalah Rama.
“ Kok kamu bisa masuk ? Kan pintunya
belum dibuka. “ tanya Dinda bingung.
“ Kata siapa ? Wah … lagi linglung
ya ? Jelas-jelas tadi pagi saya liat kamu buka gallery ini. Ya jelaslah saya
bisa masuk. “ jawab Rama santai.
Dinda diam terpaku. Gara-gara kangen
sama Fatur, dia sampai tidak sadar kalau dia sudah membuka gallerynya dari
setengah jam yang lalu.
“ Sumpah deh, keren banget
karikaturnya. Emang itu siapa sih yang kamu gambar ? “ tanya Rama penasaran
sambil berjalan mendekati karikatur yang menjadi kesayangan Dinda.
“ Fatur … “ sahut Dina tanpa sadar.
Rama terhenyak dan seketika menoleh,
“ Fatur ? “
Dinda tersadar akan apa yang baru
saja dia ucapkan pada Rama. Selama ini kalau ada yang bertanya seputar
karikaturnya yang satu itu, Dinda selalu menolak untuk memberi tau apalagi
menjelaskan tentang siapa yang ada dalam karikatur itu.
“ Hmm … bukan. Bukan siapa-siapa. “
Dinda terlihat gugup.
Rama hanya mengangguk mengerti, “
oke … sorry kalo pertanyaan saya tadi bikin kamu sedih gitu. Tapi kalo boleh saya
kasih saran, nggak bagus juga memendam sendiri masalah yang lagi dihadapi.
Walaupun belum tentu orang yang diajak bicara bisa membantu memecahkan masalahnya,
setidaknya sedikit membantu meringankan beban pikiran kamu. “
Lagi-lagi Dinda terdiam. Saat ini
dia memang butuh seseorang untuk berbagi kesedihannya. Tapi apa harus Rama ?
“ Saya bisa dipercaya kok. “ Rama
mencoba meyakinkan Dinda.
“ Fatur sahabat saya dari kecil … “
kata Dinda akhirnya, “ hati kami bukan lagi terpaut sebagai sahabat, tapi lebih.
“
“ Sekarang dia dimana ? “ tanya Rama
hati-hati.
“ Dia pergi sepuluh tahun yang lalu.
Tapi nggak pernah satu kali pun dia kasih kabar. Dia cuma bilang, kalau dia
pergi nggak lama. Dan dia minta hati saya tetap untuk dia …” Dinda diam sesaat.
Kelopak matanya tidak mampu menahan air mata yang sejak kemarin dia tahan, “
tapi sampai detik ini saya nggak tau dia dimana !! Dia pergi tanpa ngasih kabar
dan kepastian !! Apa saya masih harus bertahan ??? “
Rama berdiri mematung dengan raut
wajah tegang. Dia menatap Dinda lekat-lekat, “ kamu nggak perlu lagi bertahan.
Aku … disini Syafiani Dinda … “
Dinda terkejut dengan apa yang baru
saja dia dengar. Nama lengkapnya di ucapkan Rama dengan jelas, “ kamu … siapa ?
“
“ Rama … lengkapnya … “ Rama menarik
nafas sesaat, “ Fatur … Ramadhan … orang yang udah ninggalin kau selama sepuluh
tahun, tanpa kabar. “
Dinda kembali terkejut, kali ini
amat sangat terkejut ! “ BOHONG !!! “
“ Din, please … “ Rama alias Fatur,
mencoba menenangkan Dinda, “ aku minta maaf. Aku nggak bermaksud bikin kamu
jadi kayak gini. Setelah ena bulan aku pergi, aku mencoba menghubungi kamu.
Tapi nihil. Aku telpon saudara kamu di Jogja, tapi mereka bilang kamu udah
pindah kesini. “
“ Cukup !!! “ desis Dinda dengan air
mata yang semakin deras mengalir, “ jangan ngomong lagi !! “
“ Tapi kamu harus denger penjelasan
aku. Aku baru nyampe disini sebulan yang lalu. Dan aku udah berusaha buat nyari
kamu kesana kemari. Walaupun aku nggak yakin karna aku nggak tau gimana kamu. “
jelas Rama dengan nada sabar.
“ Kemaren di Kintamani, kamu bilang
kamu udah liat aku dari sebulan yang lalu ! Kenapa kamu nggak temuin aku ?! “
“ Waktu itu aku nggak yakin kamu
adalah Dinda. Karna aku nggak tau siapa yang kamu teriakkin ditrotoar itu.
Kemaren aku baru denger dengan jelas nama yang kamu panggil. Makanya aku berani
temuin kamu, sampai aku beraniin diri kesini. “
“ Cukup !! Sekarang kamu pergi !! Aku udah
nggak mau berhubungan lagi sama kamu !! “ usir Dinda.
“ Din, please … beri aku kesempatan
buat memperbaiki semuanya. “
“ Nggak ada !! Sekarang aku bilang
kamu pergi !! Pergi !! “
“ Baik, aku pergi. Tapi ini bukan
kemauan aku. Dan kamu harus tau, aku pun sakit karna harus tetap mempertahankan
hati aku buat kamu … sampai detik ini. “
Fatur pergi. Air mata Dinda semakin
deras mengalir. Rasa kangen itu telah berubah menjadi rasa kecewa.
***
Seminggu berlalu. Keadaan Dinda
sekarang sudah jauh lebih baik. Dia pun sudah kembali beraktifitas seperti
biasanya di gallerynya. Pengunjung hari ini pun sedang ramai. Dan seperti
biasanya pula dia melayani para pengunjung dengan ramah dan sabar.
Saat dia kembali melihat karikatur
Fatur, tanpa sadar senyumnya mengembang. Sehari setelah pertemuannya dengan
sang sahabat, Dinda memutuskan untuk menenangkan diri di Kintamani selama
beberapa hari. Dan sekarang, walaupun ada rasa penyesalan atas sikapnya ke
Fatur waktu itu, dia tetap berharap Fatur akan kembali lagi untuknya.
“ Karikatur itu dijual berapa, Mba ?
“ tanya seseorang dibelakang Dinda.
“ Maaf, ini tidak jual. “ jawab
Dinda tanpa menoleh.
“ Yang bener, Mba ? Kalo Mba minta
puluhan atau ratusan juta pun, saya siap lho. “
“ Sekali lagi maaf, ini tidak dijual
!! Berapa pun harganya !! “ ketus Dinda, masih tanpa menoleh.
“ Hmm … kalo belinya pake hati …
bisa nggak ? “ tanya orang itu lagi.
Seketika Dinda menoleh dan dia
sangat terkejut karena orang yang dari tadi memaksa ingin membeli karikatur
Fatur adalah Fatur ! “ Fatur ??? “
“ Yupz ! Ini aku. Jadi gimana ? Kalo
aku belinya pake hati dan cinta bisa nggak ? “
Dinda hanya bisa diam sambil
tersenyum. Saat cowok dihadapannya merentangkan tangan, Dinda langsung
berhambur memeluknya.
“ Maafin aku ya ? Dan aku janji,
nggak akan pernah ninggalin kamu lagi. “ ucap Fatur lembut.
Dinda hanya mengangguk dalam dekapan
Fatur sambil menatap karikatur Fatur dengan senyum yang semakin mengembang.
THE
END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar